ASKEP ASFIKSIA
DEFINISI
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor
yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo,
Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan
ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta
sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967).
Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.
Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting
yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin
(Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis atau patologi
anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966)
yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia
berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan
pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan
kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia
merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir (James, 1958).
Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada
hari-hari pertama setelah lahir (James, 1959). Penyelidikan patologi anatomis
yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan
difus pada jaringan otak bayi yang
meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sekuele
neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat
menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk
menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut diatas, perlu dipikirkan
tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan perubahan yang mungkin
terjadi pada penderita asfiksia.
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin
timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu
dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
ETIOLOGI
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan
terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia
bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian
janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting
untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau
persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan
asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada
saat lahir.
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah:
a.
Faktor
ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian
obat analgetika atau anastesia dalam.Gangguan aliran darah uterus dapat
mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran
oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan
kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat
penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi
pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
b.
Faktor
plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
c.
Faktor
fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung,
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
d.
Faktor
neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian
obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan
mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya
hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia paru
dan lain-lain.
PATOFISIOLOGI
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan
oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini
paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang
diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi.
Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah
lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru
janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA)
tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli
akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan
meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus
Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan
oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya
melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup
berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup
sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari
vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada
awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit
sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan
meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard
dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ
vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy
(HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan
kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara
cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah
Anna, 1997).
GEJALA KLINIS
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang
cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan
akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan
tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,
pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
a.
Pernafasan
megap-magap dalam
b.
Denyut
jantung terus menurun
c.
Tekanan
darah mulai menurun
d.
Bayi
terlihat lemas (flaccid)
e.
Menurunnya
tekanan O2 anaerob (PaO2)
f.
Meningginya
tekanan CO2 darah (PaO2)
g.
Menurunnya
PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)
h.
Dipakainya
sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
i.
Terjadinya
perubahan sistem kardiovaskular
j.
Pernafasan
terganggu
k.
Detik
jantung berkurang
l.
Reflek
/ respon bayi melemah
m.
Tonus
otot menurun
n.
Warna
kulit biru atau pucat
KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a.
Edema
otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun
akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
b.
Anuria
atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah
jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium
dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c.
Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut
karena perfusi jaringan tak efektif.
d.
Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada
otak.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.
Laboratorium
AGD
Untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk memberikan
oksigen yang adekuat dan membuang karbondioksida serta tingkat dimana ginjal
mampu untuk menyerap kembali atau mengekresi ion-ion bikarbonat untuk
mempertahankan PH darah yang normal.
b. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
c. Foto rontgen dada (baby gram)
Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent karenanya ketebalan
atau densitas yang dihasilkan oleh cairan, tumor, benda asing dan kondisi
patologis lain dapat dideteksi dengan cara pemeriksaan rontgen.
d. Elektrolit darah
e. Gula darah
f. Pulse Oximetry
Adalah metode pemantauan non invasif secara kontinue terhadap
saturasi Oksigen Hemoglobin. Jadi pulse oximetry merupakan suatu cara efektif
untuk memantau pasien terhadap perubahahn saturasi oksigen yang kecil /
mendadak.
PENATALAKSANAAN
a.
Resusitasi
1.
Tahapan
resusitasi tidak melihat nilai APGAR.
2.
Terapi
medikamentosa
b.
Epinefrin
Indikasi :
1.
Denyut
jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan pemijatan dada.
2.
Asistolik.
Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB). Cara
: i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
c.
Volume
ekspander
Indikasi :
1.
Bayi
baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
dengan resusitasi.
2.
Hipovolemia
kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat,
perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon
yang adekuat.
Jenis cairan :
1.
Larutan
kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
2.
Transfusi
darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis : dosis
awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis.
d.
Bikarbonat
Indikasi :
1.
Asidosis
metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
2.
Penggunaan
bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai
dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (8,4%).
Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan
secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping : Pada keadaan
hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium
dan otak.
e.
Nalokson
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak
menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus
adekuat dan stabil.
Indikasi :
1.
Depresi
pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum
persalinan.
2.
Jangan
diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat
narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Cara : Intravena, endotrakeal
atau bila perpusi baik diberikan I.M atau S.C.
f.
Suportif
1.
Jaga
kehangatan.
2.
Jaga
saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
3.
Koreksi
gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas orang
tua
b. Identitas bayi
baru lahir
c. Riwayat
Persalinan
d. Pemeriksaan fisik:
1) Keadaan umum tampak
lemah
2) Kepala : bentuk
mesocephal, ubun-ubun besar sudah menutup.
3) Mata : sklera tak
ikterik, konjungtifa tak anemis
4) Hidung : bentuk
simetris, ada cuping hidung, nampak megap-megap, belum napas
5) Telinga : bentuk
simetris, tak ada kotoran
6) Mulut : bibir
sianosis, membran mukosa tak kering
7) Leher : tak ada
pembesaran kelenjar tiroid
8) Dada : bentuk
simetris, ada retraksi dada
9) Frekuensi nafas <
30 kali/menit, atau apena (henti napas > 20 detik)
10) Jantung : denyut jantung
< 100 kali/menit
11) Paru-paru : masih terdengar suara nafas tambahan (
ronkhi basah +)
12) Abdomen : meteorismus + tali pusat berwarna putih dan
masih basah
13) Kulit : warna kulit
sianosi
14) Extremitas : tak ada
tonus otot, tonus otot sedikit/lemah
15) Refleks : tak ada reflek
moro
2. Diagnosa keperawatan
a. Pola napas tidak
efektif berhubungan dengan hipoventilasi
b. Hipotermi berhubungan
dengan terpapar lingkungan dingin
c. Resiko infeksi
berhubungan dengan presedur invasif.
d. Pola makan bayi tidak
efektif b.d kegagalan neurologik
Posting Komentar