BAB II
PEMBAHASAN
A.
pengertian globalisasi produksi
Globalisasi
produksi berasal dari integrasi dua terminologi, yakni “globalisasi”
dan“produksi”. Meminjam pengertian ekonomi oleh teori dualisme ekonomi, “globalisasi”
mengandung pengertian terjadinya
integrasi ekonomi besar-besaran menggantikan ekonomi tradisional (Gilpin,
1987). Sedangkan “produksi” mengandung pengertian segala hal yang terlibat
dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi (Anonim, 2009).
Berdasarkan kedua arti terpisah tersebut, mencoba mendeskripsikan “globalisasi
produksi” sebagai terjadinya integrasi ekonomi secara meluas pada
sektor-sektor ekonomi yang mencakup seluruh proses produksi, distribusi,
dan konsumsi yang terjadi secara cross border.
Globalisasi produksi dalam dunia ekonomi melibatkan aktor ekonomi global yang
beroperasi secara transnasional. Karakter tersebut dipresentasikan dengan sangat
baik oleh MNC (Multinational Corporations).Eric Thun dalam tulisannya
“The Globalization of Production” menyebut
MNC sebagai wajah globalisasi paling nyata (Thun, 2008:347). Hal
ini dikarenakan perusahaan ini bergerak dalam jangkauan yang sangat luas dan
lintas negara dengan efektivitas produksi besar dan efisiensi cost yang
luar biasa.
MNC
bertindak sebagai realisasi impian aliran liberalisasi ekonomi yang
menginginkan perekonomian yang lebih otonom. Hakikat berdirinya MNC merupakan
sumber pengharapan dan janji pada siapapun yang mencarinya untuk memanfaatkan
peluang globalisasi ekonomi demi tujuan kemajuan ekonomi dan “power” non-negara.
Namun, MNC juga menjadi pertentangan bagi siapapun yang melihat globalisasi
sebagai ancaman. Posisi MNC yang demikian esensial dan bergerak
lintas negara tanpa disadari membawa nilai-nilai ekonomi yang mengglobal
( global value chains). Keberadaan MNC di lebih dari beberapa negara membuat
nilai global tersebut saling berkesinambungan dan mengikat hubungan kepentingan
negara satu dengan lainnya. Bahkan kelahiran MNC menjadi salah satu unsur
penyusun 2“power” suatu negara dalam dunia internasional yang semakin
terstruktur oleh kepentingan-kepentingan ekonomis (Mingst, 2009).
Dalam prosesnya, global
value chains (selanjutnya disebut “rantai nilai global”) menjadi determinan penting dalam menentukan
siapa,dapat apa, kapan, dan bagaimana (Thun,2008:347).
Terdapat
dua pandangan mengenai hal tersebut.
“ Pertama” dari perspektif negara home,
yaitu negara markas besar MNC berada, akan muncul pertanyaan “apa yang akan tertinggal ketika
produksi pindah ke luar negeri”. Apabila hal tersebut terjadi maka akan
terjadi pula perpindahan akses pekerjaan, teknologi dan keuntungan yang lari ke
negara host.
“ Kedua” dari persepktif negara
host negara sasaran akan muncul pertanyaan apakah
negara-negara host mampu merebut aktivitas value-added (nilai
tambah) yang tinggi atau terjebak dalam hubungan yang bergantung
(dependent ) ketika mereka terbatas pada aktivitas “nilai tambah”
yang rendah. Kedua hal di atas menjadi tantangan baik bagi
negara host dan home untuk disiasati dan ditindak lanjuti melalui
implementasi kebijakan-kebijakan makro ekonomi yang mesti menguntungkan.
B. KEMUNCULAN GLBALISASI PRODUKSI
Globalisasi memperluas pergerakan
modal dan memberi tempat yang makin penting bagi korporasi multinasional (MNC). Globalisasi menyebabkan negara berlomba-lomba
memanfaatkan dan menciptakan peluang. Negara-negara menggerakkan perekonomian
melalui pilihan-pilihan ekonomi yang ada salah satunya mengikuti tren ekonomi yang
diarahkan oleh institusi moneter internasional. Institusi moneter internasional,
sayangnya pergerak demi menjamin ketahanan perekonomian kelompok negara
tertentu. Keberadaan institusi monete internasional
tersebut menyediakan sejumlah pilihan-pilihan dalam
kesepakatan. Salah satu kesepakatan fundamental ialah mengurangi hambatan perdagangan
(reducing trade and tariffs barriers).
Pengurangan hambatan perdagangan dan biaya
transportasi memicu peningkatan perdagangan antara produsen di satu negara dan
konsumen di negara lain sekaligus katalisator utama globalisasi produksi.
Globalisasi produksi
dicontohkan pertama kali pada Revolusi industri I dan II (1850-1914).
Globalisasi produksi memacu peningkatan permintaan untuk bahan mentah (Thun,2008: 348).
Bahan baku di impor dari negara negara pinggiran ( periphery), kemudian
dilakukan proses pengolahan hingga menjadi barang jadi yang siap untuk
dipasarkan, dan terakhir barang jadi di distribusikan secara global (Thun, 2008: 348).
Revolusi industri
merupakan suatu istilah yang menandai perubahan radikal dan cepat terhadap
perkembangan kemampuan manusia dalam menciptakan peralatan kerja untuk meningkatkan
hasil produksi. Sejak saat itupun produksi berlangsung secara lebih
internasional.
Produksi Internasional
bukanlah hal yang baru, namun yang baru adalah besarnya dan derajat fragmentasi dalam mata rantai global (Thun, 2008: 349). Salah satu indikator
pertumbuhan produksi global adalah terjadinya peningkatan FDI dan
outsourcing .
Foreign Direct Investment
(FDI) ialah pemberian pinjaman atau pembelian kepemilikan perusahaan di luar
wilayah negaranya sendiri. FDI terjadi manakala bisnis melakukan investasi pada
fasilitas dan memasarkan suatu produksi di luar negeri. FDI tidak lain
investasi langsung diluar negeri. Jadi, FDI bukanlah ekspor maupun lisensi. Foreign Direct Investment
melalui pemasukan modal, teknologi baru dan hubungan pasaran ekspor merupakan
pendorong penting pertumbuhan dan Pengembangan industri.
Menurut data dari United Nations
Conference on Trade and development (UNCTAD) Worls Investment Report, dalam
kurun waktu tahun 1982 hingga tahun 2005 arus masuk FDI terus meningkat tajam.(Thun,
2008 :349).
Setelah perang Dunia
II, tren peningkatan ekonomi liberalisme dilanjutkan dengan round penting
dari GATT, dan hasilnya adalah perluasan cepat dari perdagangan dunia (Thun,
2008:350). Ekspor dunia terus meningkat dan mencapai 8 persen per tahun antara
tahun 1950- 1973 dan 5 persen untuk periode 25 tahun berikutnya.
Pemerintah di negara negara berkembang memanfaatkan
ekspansi perdagangan global sebagai mesin pertumbuhannya. Tidak
ada kawasan yang lebih menguntungkan dari pada kawasan Asia Timur. Tidak dapat dipungkiri
bahwa peningkatan produksi global merupakan hasil dari liberalisasi
ekonomi,kemajuan transportasi, dan kemutakhiran teknoogi.
C.
GLOBAL VALUE CHAINS; GOVERNANCE AND LOCATION
Untuk
memahami global value chains, maka harus melihat ke dalam dua
dimensi global value chains itu sendiri, yaitu governance dan location.
Di dalam governance, yang menjadi fokus adalah metode
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan saling ketergantungan, di mana
di satu sisi adalah hubungan murni antara pasar dengan
perusahaan-perusahaan luar seperti arms' length trade relationship,
di sisi lain adalah kontrol hierarkhis foreign operations seperti FDI (Thun, 2008: 354).
Perkembangan
teknologi telah mendorong revolusi industri dan meningkatkan organisasi
industri global sebagaimana halnya dengan situasi domestik. Dalam hal ini,
pilihan yang tepat adalah arms'-length market relationship yang mengarah pada
ekonomi neo liberal. Jika pasar berjalan efisien, informasi gratis,
tidak ada hambatan dagang atau kompetisi, dan tidak ada
keuntungan yang bisa diperoleh dari skala ekonomi, maka perusahaan akan
cenderung untuk tidak berinvestasi di luar negeri. Jika mereka melakukan
perdagangan, maka akan lebih bisa
mencapai pasar luar negeri dan akses input pun semakin meningkat (Thun,
2008: 355).
Penjelasan
tentang penerapan FDI didasarkan pada pertimbangan pilihan untuk
make or buy (Thun, 2008: 355). Harga
transaksi selalu menjadi pertimbangan kebijakan ekonomi
negara untuk “make” dari pada “buy”.
Dengan kata lain terdapat pilihan tepat untuk koordinasi hierarkhis dari
pada arms's length market relationship. Selain itu, penjelasan
mengapa FDI ini lebih suka diterapkan perusahaan dar ipada melakukan
perdagangan, lisensi,atau hubungan kontrak ini menurut electic paradigma
Dunning (1981) yaitu bahwa
suatu perusahaan akan dijalankan di luar negeri dengan
pertimbangan pendekatan harga transaksi,di mana ketika harga net
pasar intern (koordinasi hierarkhis) lebih rendah dari pada harga net arms'-length market relationship.
Perusahaan
akan mengimplementasikan FDI dengan mempertimbangkan keuntungan
firm-specific, location-specific,dan keuntungan internasionalisasi.
Gereffi et al
(2005: 87) mengungkapkan bahwa terdapat tiga variabel kunci yang
menentukan
global value chains
suatu organisasi yakni :
ü kompleksitas
transaksi dalam perusahaan,
ü tingkat di mana kompleksitas
tersebut tersusun,
ü sejauh mana
kemampuan pemasok diperlukan untuk memenuhi preferensi pembeli. Pendekatan-pendekatan ini
menempatkan keutamaan nature of transaction
tetapi
dengan fokus bagaimana teknologi membuat transaksi tersebut diterjemahkan dalam
seperangkat instruksi. Pendekatan-pendekatan ini mencerminkan rangkaian
kesempatan baru yang tersedia bagi perusahaan. Selain itu, Menurut Raphael Kaplinsky (2000:118),
solusi globalisasi ekonomi yang semakin meningkat
adalah dengan implementasi FDI dan peningkatan ekspor.
Governance of value
chains( governance: tata kelola) sangat penting karena merupakan faktor
penting penentu keuntungan yang bisa diperoleh dari
globalisasi dalam tiga hal yang berbeda.
“Pertama”
distribusi keuntungan dalam value chains
ditentukan sebagian besar oleh 5
hambatan masukan (input ). Ketika hambatan masuk rendah globalisasi yang meningkat
menyebabkan penurunan pendapatan karena
persaingan menjadi lebih besar, sedangkan ketika hambatan masuk
tinggi, perusahaan dapat menentukan syarat (harga dan peran) didalam value
chains.
“Kedua”governance of value chains merupakan
faktor penentu penting dalam peningkatan prospek. Peningkatan di sini umumnya
didefinisikan sebagai peningkatan daya saing dengan menerapkan sebagian value
chain yang
termasuk dalam aktivitas nilaitambah yang tinggi.
“ Ketiga” tata
kelola global value chains
memberikan wawasan tentang tingkat pengaruh yang dimiliki aktor luar,
di mana aktor di sini bisa berupa pemerintah,organisasi internasional, atau NGO
dalam mempengaruhi perilaku perusahaan.
Dimensi yang kedua dalam
global value chains adalah lokasi, fokus pada di mana penempatan
aktivitas. Untuk penempatan aktivitas ini
perusahaan harus mempertimbangkan harga produksi dan
kekuatan persaingan, serta kelemahan negara dan wilayah (Thun,
2008:361).Salah satu alasan kenapa value chain mengglobal adalah
karena investasi luar negeri dan offshoring adalah bagian dari
proses evolusi (Thun, 2008: 358). Raymond Vernon (1971)menyatakan
bahwa setiap produk selalu mengalami siklus diawali oleh perkembangan, proses pendewasaan,
dan memuncak pada standardisasi.
Siklus perkembangan inilah yang
menyebabkan semakin tingginya perkembangan dan inovasi produk suatu negara.
Salah satunya negara
yang paling sukses adalah AS yang mempunyai keunggulan
dalamhal teknologi dan para pengusahanya. Perusahaan-perusahaan di sana mengembangkan
produk baru dan mulai rutin mengekspor untuk pasar luar negeri, dan pada akhirnya
pergerakan produksi ini dapat mencegah persaingan luar negeri dan praktek monopoli.
Perkembangan investasi luar negeri ini juga dipengaruhi oleh perkembangan kawasan.
Struktur industri bergerak dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang.
Negara dengan perkonomian yang berkembang pada awalnya akan mengimpor produk
industri dari negara-negara yang lebih maju , imitasi dan
substitusi impor akan mengarah pada pengembangan industri pribumi, dan akhirnya industri
pribumi akan maju ke titik di mana juga akan mulai
ekspor.
Selain itu, alasan
bagaimana lokasi menentukan produksi global juga didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan seperti sumber daya alam, pasar baru, tenagakerja,
bahkan juga budaya, bahasa, atau politik suatu bangsa (Thun, 2008: 359).
Posting Komentar