BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hubungan agama dan politik selalu menjadi topik
pembicaraan menarik, baik oleh golongan yang berpegang kuat pada ajaran agama
maupun golongan sekuler bagi umat Islam, munculnya topik pembicaraan tersebut
berpangkal pada permasalahan: apakah kerasulan Muhammad SAW mempunyai kaitan
dengan politik; atau apakah Islam agama yang terkait erat dengan urusan
politik, kenegaraan dan pemerintahan; dan apakah bentuk dan sistem
pemerintahan, sekaligus prinsip-prinsipnya terdapat dalam Islam? Karena risalah
nabi Muhammad SAW adalah agama yang penuh dengan ajaran dan undang-undang, yang
bertujuan membangun manusia guna memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat,
keselarasan kepentingan dunia dan akhirat. Karena itu Islam mengandung ajaran
yang integrative antara tauhid, ibadah,
ahlak dan moral, serta prinsip umum kehidupan bermasyarakat. Paradigma
pemikiran bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap dan di dalamnya terdapat
berbagai sistem kehidupan seperti sistem ketatanegaraan.
Dalam kesempatan kali ini kami akan membahas tentang
IMARAH (Kepemimpinan) dalam Islam, namun cangkupannya hanya berpatokan pada
tiga garis besar hadits, yaitu tentang Kepemimpinan Bangsa Quraisy, Larangan
Meminta Jabatan, dan Ikhtikhlaf
(Suksesi).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Imarah Dalam “Larangan Meminta Jabatan”.
2. Bagaimana Imarah Dalam “Iktikhlaf (Suksesi).
3. Bagaimana Imarah Dalam “Kepemimpinan Bangsa Quraisy”.
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas
maka yang menjadi tujuan penulisan adalah sebagaiberikut :
1. Memahami Imarah Dalam “Larangan Meminta Jabatan”.
2. Memahami Imarah Dalam “Iktikhlaf (Suksesi).
3. Memahami Imarah Dalam “Kepemimpinan Bangsa Quraisy”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep kepemimpina dalam islam
Kepemimpinan dalam bahasa arab di kenal melalui/dalam
beberapa istilah, yaitu ; khalifah (khilafah),
imaroh dan imamah. Kata khalifah berasal dari bahasa arab khalafa yang dalam
al-qur'an disebut sebanyak 127 kali, yang maknanya antara lain ; menggantikan,
meninggalkan, pengganti dan pewaris. Sedang secara terminology yaitu; kepala
negara dalam pemerintahan yang pada zaman kerajaan dahulu disebut sultan.[1]
Gelar khalifah pertama kali dalam sejarah islam disandang
oleh Abu Bakar Ash-Shidiq sebagai pengganti Nabi Muhammad sebagai kepala
pemerintahan islam yang dipilih melalui musyawarah antara kaum muhajirin dan
anshor di Tsaqifah Bani Sa'diyah madinah. Di lanjutka Umar ibn al-Khattab yang
bergelar Amirul Mu'minin dan di calonkan langsung oleh Abu Bakar. Kemudian
Utsma ibn Affan yang di daulah sebagai khalifah ketiga atas permufakatan antara
dewan "ahlu Hilli wa al-'Aqdi" yang manaformaturnya sudah di bentuk
oleh Umar. Ali ibn Abi Thalib tampil sebagai pengganti Utsman setelah di
adakannya bai'at antara kaum muslimin setelah terjadi tragedi berdarah "
al-fitan al-kubra" yang menewaskan Utsman.[2]
Adapun Imarah dan imamah, dua suku kata yang berbeda
namun memiliki kesamaan makna, yaitu; kepemimpinan dan pemerintahan. Kata Imam
dalam Al-qur'an di sebut sebanyak 7 kali dan immah di ulang sebanyak 5 kali
sebagai kata turunan yang di antara maknanya adalah :
1.
Nabi, sebagaimana
dalam surat Al-Baqarah 124
2.
Pedoman, yang di
jumpai dalam surat Al-Ahqaf 12
3.
Kitab,buku, teks,
yang tedapat dalam surat yasin 12
4.
Jalan lurus, surat
Al-Hijr 79
5.
Pemimpin, Al-Qur'an
syrat Al-Furqan 74
Sedang dalam beberapa literature kitab salaf, ada
beberapa pengertian konsep imamah yang di temukan ;
1.
Pemimpin shalat
jamaah
2.
Pendiri Madzhab
3.
Pemimpin umat, yang
pada hal ini di samakan artinya dengan khalifah atau kepala negara dan
pemerintahan.
Pada era modern ini konsep pemimpin dan kepemimpinan dapat
di definisikan sebagai ;[3]
1.
Kredibilitas, tanpa
kredibilitas seorang pemimpin tidak akan dapat menjalankan tugasnya sebagai
pemimpin karena tidak adanya kepercayaan dan keyakinan dari masyarakat pada
kemampuan seseorang dalam memimpin umat.[4]
2.
Integritas, adalah
apa diri kuta yang sesungguhnya/ bukan apa yang kita lakukan tetapi tentang
siapa diri kita dan loyalitas kita pada tugas.
3.
Kedudukan,
sekumpulan tugas, tanggung jawab dan wewenang.
4.
Jabatan, pekerjaan
yang telah melembaga dalam suatu instansi atau lenuh membudaya dalam masyarakat
5.
Wewenang, suatu
bentuk kemampuan manusia menggunakan kekuasaan sebagai hasil dari ciri-ciri
seperti pengetahuan dan gelar.
6.
Tanggung jawab, hal
yang menjadi keharusan pemegang kekuasaan untuk mejalankan tugas dan kewajiban
yang harus dilaksanakan.
7.
Kewibawaan, adalah
berbagai kelebihan sehingga orang lain dapat mematuhi kehendaknya tanpa tekanan
dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan.
8.
Kemampuan, adalah
totalitas kekuatan yang dimiliki untuk melakukan kegiaan.
9.
Pengaruh/
Influence, adalah tindakan atau contoh tingkah laku yang menyebabkan perubahan
sikap atau tingkah laku orang atau kelopok lain.
B.
Kepemimpinan Bangsa Quraisy[5]
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَىَ اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ :
النَّاسُ تَبِعٌ لِقُرَيْشٍ فِيْ هذَا الشَّأْنِ
مُسْلِمُهُمْ تَبِعٌ لِمُسْلِمِهِمْ وَ كَافِرُهُمْ تَبِعٌ تَبِعٌ لِكَافِرِهِمْو
(
أخْرَجَهُ الْبُخَارِيْ )
Artinya :
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah SAW. Bersabda :
“ Manusia telah mengikuti kaum Quraisy, baik dalam amaslah kebaikan ataupun
keburukan, keislaman ereka mengikuti keislaman kaum Quraisy, dan kekafiran
mereka mengikuti kekefiran kaum Quraisy”.
1.
Penjelasan umum
Manusia dilahirkan dari rahim ibunya dalam keadaan suci (bebas),
menempuh jalan kehidupan dengan bebas, dan akan kembali pada pangkuan sng
pencipta dalam keadaan bebas pula. Di dalam pengertian ma’na kebebasan terkandung
maksud adanya tanggung jawab yang besar, sebab ketika dikatakan seseorang itu
bebas melakukan sesuatu, maka ada konsekuensi besar yang harus ditanggung dari
akibat semua perbuatannya tersebut dan tidak dapat diwakilkanpada orang lain.
Penyandaran tanggung jawab pada orang lain justru merupakan penyakit sosial
yang merendahkan martabat seseorang di mata masyarakat. Oleh karena itu islam
sangat membenci orang yang tidak mau bertanggungjawab terhadap perbuatannya
yang merupakan wujud eksistensinya sebagai manusia dan makhluk sosial.
Dalam
al-Qur’an surat An-Najm 39 Allah SWT berfirman :
وَأَنْ لَيْسَ لِلأِنْسَنِ إِلاَّ مَاسَعَىْ
Artinya : “Dan bahwasanya seseorang manusia itu tidak
akan memperoleh balasan kecuali atas apa yang telah ia lakukan.”
Hal itu dikukuhkan dengan sabda Beliau yang diriwayatkan
dari Abu hurairoh r.a. :
قَامَ رَسُوْلُ
اللَّهِ صَلَىَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ أَنْزَلَـــــ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ : وَأَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الآَقْرَبِيْنَ قَالَ : يَامَعْشَرَ قُرَيْشٍ,
أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا إِشْتَرُوْا أَنْفُسَكُمْ لآَغْنِيْ عَنْكُمْ مِنَ
اللَّهِ شَيْأً يَا بَنِيْ عَبْدِ مَنَافٍ لآَغْنِيْ عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْأً
يَاعَبَّسُ ابْنِ عَبْدِ الْمُطَلَّبِ, لآَغْنِيْ عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْأً
وَيَا صَفِيَّةُ عَمَّةُ رَسُوْلِ اللَّهِ لآَغْنِيْ عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْأً
وَيَا فَطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّــــــدٍ سَلِيْنِيْ مَاشِئْتِ مِنْ مَالِيْ
لآَغْنِيْ عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْأً
Artinya : Rasulullah berdiri ketika Allah ‘Azza wa Jal
menurunkan ayat “الآَقْرَبِيْنَ عَشِيْرَتَكَ وَأَنْذِرْ “seraya berkata : “
Wahai segenap kaum Quraisy, atau ungkapan yang serupa dengannya- Belilah (pertanggung
jawabkanlah) dirimu ssendiri, karena saya tidak dapat menjamin kamu sekalian di
hadapan Allah sedikittpun, Wahai bani Abdi Manaf, saya tidak dapat menjamin
kalian dihadapan Allah sedikitpun, Waha Abbas ibn Abdil Mutalib, saya tidak dapat
menjaminmu di hadapan Allah sedikitpun, Wahai Shafiyyah bibi Rasulullah, saya
tidak dapat menjaminmu di hadapan Allah sedikitpun, wahai fathimah putri
Muhammad, mintalah harta kepadaku sebanyak-banyaknya yang engkau sukai tetapi
saya tidak dapat menjamin di hadapan Allah sedikitpun
Pernyataan di atas tentunya memberikan gambaran yang
sangat jelas bahwasanya tidak ada seorangpun yang akan memikul beban orang
lain. Dan sebagai pembelajaran pada umatnya, Nabi memberi contoh teladan yang
baik yang mencerminkan kemandirian dan tidak menggantungkan eksistensinya
sebagai manusia pada orang lain. Tidak hanya dalam urusan social
kemasyarakatan, namun juga pada urusan ibadah (pahala-dosa) sesuai dengan apa
yang diperbuat.
2. Pemahaman kandungan Hadith
Dari konteks hadith ini dapat di ambil beberapa kandunga
hukum :
1)
Kaum Quraisy
memilik kedudukan yang terhormat dikalangan bangsa-bangsa lainnya sehingga
mereka mendapat prioritas di dalam pekbagai permasalahan terutama dalam hal
pemerintahan(sebagaimana di sebutkan dalam hadith lain).
2)
Kedudukan terhormat
kaum Quraisy disebabakan oleh kecintan mereka terhadap ilmu pengetahuan, dan
juga pemahaman keagamaan yang melebihi bangsa lain.
3)
Kecerdasan otak
mereka dalam menghafal sebuah redaksi baik langsung dari sumbernya maupun lewat
perantara.
3. Tinjauan Rawi Hadith
Abu Hurairoh adalah Abdurrahman ibn Shakhar Al-Yamani
Al-Dausiya masuk islam pada tahun ke-7 hijrah.mBeliau meriwayatkan hadith
sebanyak 5.374 buah hadith. Oleh karena itu, dia termasuk sahabat yang paling
banyak meriwayatkannya. Meninggal pada tahun 59 H dalam usia 78 tahun dan di
makamkan di Madinah.
C.
Larangan Meminta Jabatan[6]
وَعَنْ أَبِيْ
هُرَيْرَةَ قَالَـــ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
إَنَكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَىْ الآِمَارَةِ وَسَتَكُوْنُ نَدَامَةً يَوْمَ
الْقِيَامَةِ فَنِعْمَتْ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتْ الْفَاطِمَةُ ( أخرجه البُخاري
)
Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah
SAW. kepemimpinan adalah kehidupan yang paling bersabda : “ Sesungguhnya kamu
sekalian sangat berhasyrat terhadap kepemimpinan dan (padahal)akan menjadi
penyesalan pada hari qiyamat, Sesungguhnya menyenangkan, tetapi membawa dampak
yang paling jelek dalam kematian.
عن عبد الرَّحْمَنِ
ابْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَـــ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَاعَبْدَ الرَّحْمَنِ ابْنِ سَمُرَةَ لاَتَسْأَلْ
الآِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوْتِيْتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا,
وَإِنْ أُوْتِيْتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا ( أخْرَجَهُ
البُخَاريْ )
Artinya : Diriwayatkan dari Abdurrahman ibn samuroh r.a.
katanya Rasulullah SAW. Bersabda : ‘Wahai Abdurrahman ibn Samuroh, janganlah
kamu meminta untuk menjadi pemimpin, sesungguhnya jika kamu kamu diberi
kepemimpinan (karena) kamu memintanya, maka kamu akan memikul tanggung jawab
sebagai seorang pemimpin. Dan jika kamu di beri kepemimpinan dan kamu tidak
memintanya, maka kamu akan mendapakan pertolongan dan dukungan dalam kepemimpinan.”
1.
Penjelasan umum
Demikian besarnya perhatian Rasulullah berkenaan dengan
yang namanya jabatan, karena itu merupakan masalah krusial bagi masyrakat.
Tidak jarang kita jumpai orang-orang yang menginginkan, mencalonkan, dan
berupaya dengan segala macam cara guna mendapatkan jabatan yang di inginkan.
Padahal jelas, orang yang meminta jabatan bahkan sampai mengeluarkan biaya
besar, maka usaha pertama yang akan di lakukannya adalah bagaimana modal yang
dia keluarkan bias segera kembali sembari mencari untung lebih dari jabatannya
itu.
Ketamakan dan keserakahan telah membutakan orang-orang
yang mendapatkan jabatan dengan modal, sehigga dalam perbuatannya tidak
mencerminkan seorang pemimpin yang teladan serta patut di contoh.
Padahal hal itu telah menjadi trend dan bahkan mungkin
suatu kewajiban atau syarat mutlak bagi orang-orang yang ingin mendapatkan
jabatan, baik public, peradilan, penegakan hukum, ekonomi dll. Bahkan Rasulullah
bersabda bagi para pencari jabatan sebagai seorang yang meminta untuk di jadikan pejabat
peradilan
مَنْ
طَلَبَ قَضَأَ الْمُسْلِمِيْنَ حَتَّى يَنَالَهُ ثُمَّ غَلَبَ جَوْرَهُ فَلَهُ
الْجنَّةُ وَمَنْ غَلَبَ جُوْرُهُ عَدْلُهُ فَلَهُ النَّارُ
Artinya : Barangsiapa yang meminta jabatan untuk
mengurusi perkara orang muslim, kemudian dia mendpatkannya, maka apabila
keadilannya dapat mengalahkan ketidakjujurannya, maka baginya surga; dan
barangsiapa ketidakjujurannya mengalahjan keadilannya, maka baginya neraka.
Jabatan adalah amanat, bilamana seseorang mendapatkan
amanat tersebut tanpa ia harus meminta Allah sendiri yang akan memberikan
pertolongan dan kekuatan untuk bissa menjalankan amanah tersebut, dan dalam
kepemimpinannya Insya Allah akan menjadi pemimpin yang adil, memahami rakyat,
mengutamajan kepentingan umum. Akan tetapi bagi mereka yang mendapatkan jabatan
dengan cara meminta apalagi sampai mengeluarkan modal, maka Allah tidak
menjamin bahwsa dia akan menjadi sosok pemimpin yang adil dan bila menjalankan
tugas dengan baik.
2.
Pemahaman Kandungan
Hadith
a.
Larangan memberikan
jabatan pemerintahan atau jabatan penting lainnya kepada orang yang tamak untuk
memperolehnya. Sebab orang seperti itu akan menyalahgunakan jabatannya bagi
kepentingan pribadinya.
b.
Tidak ada larangan
bagi orang yang sanggup berlaku adil untuk mengajukan diri sebagai pemimpin
yang akan mengurus permasalahan umat.
c.
Pertolongan Allah
dan dukungan umat akan dating pada mereka yang bertekad untuk menegakkan
keadilan dan menghilangkan kemadharatan.
d.
Berbagai macam
permasalahan harys diserahkan pada orang yang layak dan ahli dalam
menylesaikannya.
3.
Tinjauan Rawi
Hadith
Abdirrahman ibn Samuroh ibn Habib ibn Abd Asy-Syams
Al-‘Absyami Abu Sa’id adalah sahabat yang masuk islam pada hari penakhlukan
kota Mekkah. Menurt satu pendapat, namanya adalah Abd Al-Kalam dan dalam versi
riwayat lain Nabi menyebutnya Abd Ar-Rahman. Tingggal di bashrah, dan dia
pulalah yang berjasa menakhlukkan Sijjistan, Kabil, dan lain-lain. Abd
Ar-rahmanjuga termasuk sahabat yang menyaksikan atau mengikuti perang Muth’ah.
Dia meriwayatkan hadith dari Mu’adz ibn Jabbal dan dari Nabi SAW. Adapun
orang-orang yang meriwayatkan hadith darinya, antara lain : Hibban ibn’Umair,
Abd Ar-Rahman ibn Abi Ya’la, Hisban ibn Kahin, Hasan al-Bashri, Abu Lubaid
Lumazah. Beliau wafat pada tahun 50 H.
D.
Istikhlaf( Suksesi )[7]
عَنْ عُمَرَ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَـــ : قِيْلَ لِعُمَرَ
: "أَلاَ تَسْتَخْلِفُ ؟"قَالَ :" إِنْ أَسْتَخْلِفُ
فَقَدْ اسْتَخْلَفَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّيْ, أَبٌوْ بَكـــْرٍ وَإِنْ اَتْرُكْ
فَقَدْ تَرَكَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّيْ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ", فَأثْنَوْاعَلَيْهِ فَقَالَ : "رَاغِبٌ رَاهِبٌ وَدِدْتُ
عَنِّي نَجَوْتُ مِنْهَا كَفَافاً لاَلِيْ وَلاَ عَلَيَّ, لاَأَتَحَمَّلُهَا
حَيًَّاوَمَيِّتًا" ( أخْرَجَهُ البُخَاريْ )
Artinya : Diriwayatkan dari ‘Umar dari ‘Abdulloh ibn
‘Umar r.a. berkata : ‘Umar di Tanya ; “ Mengapa kamu tidak menunjuk orang yang
akan menjabat sebaga Khalifah penggantimu?” Dia menjawab : “ Sekiranya aku
mencari orang yang akan menjabat sebagai Khalifah penggantiku, maka Abu Bakar
orang yang lebih baik dariku telah melakukannya. Dan apabila aku menyerahkan
masalah(suksesi) kepemimpinan ini (pada masyarakat), maka Rasulullah sebagai
orang yang lebih baik dariku telah menyerahkan suksesi kepemimpinan (kepada
mereka). Maka merekapun memuji sikap ‘Umar tersebut. Kemudian ‘Umar berkata :”
sebenarnya aku ingin sekali(menentukan suksesi kepemimpinan ini), tetapi aku
juga takut menentukannya. Aku ingin sekali terbebas(bersikap bijak) dalam
masalah suksesi kepemimpinan ini sehingga ia tidak menjadi sebuah kesenangan,
tapi juga tidak menjadi sebuah kemadharatan bagiku, dan tidak menjadi beban
bagi kehidupan dan kematianku.”
1. Penjelasan umum
Kepemimpinan mutlak di perlukan dalam sebuah komunitas
yang mengadakan interaksi sosial. Tanpa ada kepemimpinan, terlebih lagi dalam
komunitas makro, perjalanan komunitas akan mengalami ketidakseimbangan atau
mungkin kehilangan arah dalam menghadapi dan mengikuti tuntutan zaman yang
dinamis. Kepemimpinan harus sesuai dengan fungsinya yaitu mengurusi berbagai
permasalahan yang terdapat dalam masyarakat, baik dalam hal keduniaan atau
keagamaan. Kenyataan pentingnya sebuah kepemimpinan dapat di buktikan oleh
sunnatulloh yang tidak dapat di pungkiri keberadaannya, yaitu dengan adanya
orang-orang yang punya kelebihan di banding yang lainnya, baik yang bersifat
bawaan atau latihan sehingga orang yang dapat memberikan influence yang
mendominasi bagi lingkungannya. Kenyatan itulah yang mengharuskan adanya
suksesi (pergantian kepemimpinan) dalam sebuah komunitas.
Berkenaan dengan suksesi ini, Amir Al-Mu’min dan Umar Ibn
Khattab menyikapinya secara bijak. Yang hal itu menunjukkan kehati-hatian dalam
menyokapi suksesi yang merupakan masalah besar dan tidak bias di anggap remeh.
Suksesi merupakan langkag awal dalam penataan maju-mundurnya sebuah peradaban
dan masa depan sebuah bangsa.
Dengan demikian seorang menjadi pemimpin haruslah orang
yang cakap, adil, bijaksana, betanggungjawab, berwibawa, jujur, taat, dan
menepati janji-janjinya. Agar dalm pelajsanaan roda pemerintahan, dapat berjalan sesuai dengan koridor dan harapan
semua orang.[8]
2. Kandungan Hadith
Dari hadith ini dapat di ambil beberapa kandungan haadith
sebagai berikut :
a.
Suksesi
kepemimpinan adalah suatu keharusan dalam sebuah komnitas yang akan mengurusi berbagai
permsalahan umat, baik duniawi atau ukhrowi.
b.
Sunnatullah
menyatakan bahwa di antara manusia terdapat orang-orang yang memiliki kemampuan
lebih di banding yang lain.
c.
Dalam menentukan
suksesi kepemimpinan, setiap orang harus bersikap bujaksana sehingga tidak ada
pihak-pihak yang di rugikan.
d.
Suksesi
kepemimpinan harus selektif sehingga tidak memberikan suatu hak pada orang yang
bukan pemiliknya yang selanjutnya menimbulkan kehancuran umat.[9]
e.
Suksesi
kepemimpinan dapat di lakukan berdasar penunjukan langsung oleh pemimpin
sebelumnya atau di serahkan pada umat itu sendiri.
f.
Seseorang yang akan
di jadikan pemimpin harus memiliki karakter tertentu yang dapat nenunjang
kelancaran pemerintahan.
4. Tinjauan rawi Hadith
Abdullah ibn Umar ibn Al-Khattab Al-Adawi Abu Abdurrahman
Al-Makki telah masuk islam sejak kecil di Makkah dan ikut bersama ayahnya. Ibn
Umar menyaksikan perang khandaq dan baiat A-Ridlwan. Ia meruwayatkan 1630
hadith. Di antara orang-orang yang meriwayatkan hadith darinya adalah salim,
Hamzah, Ubaidillah, dan lain-lain. Ibn Umar termasuk sahabat yang zahid dan
wara’, seorang imam yang luas pengetahuannya dan juga banyak pengikutnya. Dia
meninggal dunia di Makkah tahun 94 H dan di makamkan di sana.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
ü Kepemimpinan dalam bahasa arab di kenal melalui/dalam
beberapa istilah, yaitu ; khalifah (khilafah),
imaroh dan imamah. Kata khalifah berasal dari bahasa arab khalafa yang
dalam al-qur'an disebut sebanyak 127 kali
ü Manusia dilahirkan dari rahim ibunya dalam keadaan suci
(bebas), menempuh jalan kehidupan dengan bebas, dan akan kembali pada pangkuan
sng pencipta dalam keadaan bebas pula. Di dalam pengertian ma’na kebebasan
terkandung maksud adanya tanggung jawab yang besar, sebab ketika dikatakan
seseorang itu bebas melakukan sesuatu, maka ada konsekuensi besar yang harus
ditanggung dari akibat semua perbuatannya tersebut dan tidak dapat
diwakilkanpada orang lain. Penyandaran tanggung jawab pada orang lain justru
merupakan penyakit sosial yang merendahkan martabat seseorang di mata
masyarakat. Oleh karena itu islam sangat membenci orang yang tidak mau
bertanggungjawab terhadap perbuatannya yang merupakan wujud eksistensinya
sebagai manusia dan makhluk sosial.
ü Demikian besarnya perhatian Rasulullah berkenaan dengan
yang namanya jabatan, karena itu merupakan masalah krusial bagi masyrakat.
Tidak jarang kita jumpai orang-orang yang menginginkan, mencalonkan, dan
berupaya dengan segala macam cara guna mendapatkan jabatan yang di inginkan.
Padahal jelas, orang yang meminta jabatan bahkan sampai mengeluarkan biaya
besar, maka usaha pertama yang akan di lakukannya adalah bagaimana modal yang
dia keluarkan bias segera kembali sembari mencari untung lebih dari jabatannya
itu.
ü Kepemimpinan mutlak di perlukan dalam sebuah komunitas
yang mengadakan interaksi sosial. Tanpa ada kepemimpinan, terlebih lagi dalam
komunitas makro, perjalanan komunitas akan mengalami ketidakseimbangan atau
mungkin kehilangan arah dalam menghadapi dan mengikuti tuntutan zaman yang
dinamis. Kepemimpinan harus sesuai dengan fungsinya yaitu mengurusi berbagai
permasalahan yang terdapat dalam masyarakat, baik dalam hal keduniaan atau
keagamaan. Kenyataan pentingnya sebuah kepemimpinan dapat di buktikan oleh sunnatulloh
yang tidak dapat di pungkiri keberadaannya, yaitu dengan adanya orang-orang
yang punya kelebihan di banding yang lainnya, baik yang bersifat bawaan atau
latihan sehingga orang yang dapat memberikan influence yang mendominasi bagi
lingkungannya. Kenyatan itulah yang mengharuskan adanya suksesi (pergantian
kepemimpinan) dalam sebuah komunitas.
ü Berkenaan dengan suksesi ini, Amir Al-Mu’min dan Umar Ibn
Khattab menyikapinya secara bijak. Yang hal itu menunjukkan kehati-hatian dalam
menyokapi suksesi yang merupakan masalah besar dan tidak bias di anggap remeh.
Suksesi merupakan langkag awal dalam penataan maju-mundurnya sebuah peradaban
dan masa depan sebuah bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
,Al-Lu’lu wa Al-Marjan,.Beirut: Dar al-Fikr,2003, Juz I.
Abuddib Nata,Masail Fiqhiyyah.Jakarta:Prenada Media,2003
Al- Maududi, Al-Khilafah wa al-Muluk, Beirut: Dar al-
kutub, 1998
An-Nawawi , Dalil al-Falihiin ‘ala Syarhi Riyadh
al-Sholihin, Beirut:Dar al-Ihya,2005.
Harbani Pasolong, Kepemimpinan Birokrasi. (Bandung :
Alphabeta,2008) hal 2-7
Taufiq Rahman,
Moralitas Pemimpin dalam Perspektif Al-Qur’an,Jakarta : Rineka Cipta,1996.
Taufiq Rahman,Hadis-Hadis ahkam,Jakarta:Pustaka
Setia,1998.
Yayasan peduli umat,Buletin Al-Mutsla, edisi Februari
2011
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.