BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berbicara
tentang Sejarah Aceh, maka Aceh timur merupakan salah satu kabupaten yang tidak
bisa di lepaskan begitu saja. Mengingat idi merupakan salah satu wilayah
perdagangan yang sangat maju tempo dulu, wilayah pertanian yang terkenal dengan
lada-nya, dan di bawa sampai ke luar negara, seperti negara tetangga salah
satunya. Sejarah idie juga terkenal dengan “Rumoeh Busoe” yang konon adalah
sebuah rumah yang terbuat dari besi, yang bahan bakunya di Import dari
Tionghoa.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
1. Bagaimana
Sejarah Idi Rayek ?
2. Bagaimana
Seajarah dan Keadaan Rumoeh Busoe ?
3.
Bagaimana Seajarah Raja di Idi tempo
dulu ?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
Sejarah Idi Rayek.
2. Mengetahui
Dan Memahami Keadaan Dan Sejarah Rumoeh Busoe.
3. Mengetahui
Silsilah Raja Di Idi Rayek.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Idi
Rayek
Banyak
orang yang menafsirkan akan nama idi, ada yang mengatakan itu berasal dari kata
“ie dit” artinya (air sedikit) dan ada juga yang mengatakan kata idi itu
adalah “ie dhiet” artinya (air bagus). Namun terlepas dari berbagai arti
kata idi, yang pasti kota idi rayeuk
hari ini telah menjadi ibu kota kabupaten aceh timur yang menyimpan
banyak bukti sejarah dimasa kejayaanya
tempo doeloe.
Seiring
kemajuan kerajaan islam peureulak pada tahun 840 masehi, dengan ibukotanya
bandar khalifah, yang pada awal
berdirinya dipimpin seorang raja sultan alauddin abdul azis syah tahun 840-864
masehi. kota idi rayeuk yang kini menjadi pusat ibukota kabupaten aceh timur,
sebuah dareah pesisir kerajaan peureulak juga menyimpan sejarah panjang .
Kemajuan
perdagangan dan pelayaran sepanjang selat malaka tempo doeloe, telah
mencatutkan nama idi sebagai sebuah pelabuhan perdagangan komoditi lada dan
cengkeh bagi saudagar-saudagar dikawasan asia, eropa dan persia. Kedatangan
imigran tionghoa mendiami kawasan idi dan sekitarnya dan berdirinya sebuah
vihara murni sakti ditengah kota idi pada tahun 1886 masehi, merupakan sebuah
bukti paradaban kota idi dimasa silam.
Dalam
silsilah raja-raja aceh yang diterbitkan yayasan monisa, dan dalam buku tarikh
aceh nusantara yang ditulis haji muhammad zainuddin. panglima prang yasin atau
akrab dikenal kala itu dengan nama panglima nyak sin berasal dari blang me
kerajaan pasai, merupakan orang pertama
dengan rombongan mendarat di pelabuhan kuala idi. Panglima nyaksin seorang yang
gagah berani dan kononnya mempunyai ilmu kebal
merupakan orang pertama yang membuka hutan disekitaran kota idi sebagai
lahan pertanian lada.
Seiring
dengan kemajuan di bidang pertanian lada di sekitaran kota idi, kemudian warga
dari kerajaan pasai, peusangan, pidie dan aceh besar terus berdatangan dan
bermukim di kota idi dan sekitarnya. setelah penghuni seunubok yang dibuka
semakin ramai maka bermuafakatlah semua rombongan untuk membuka lahan pertanian
lada yang hasilnya kemudian dipasarkan ke pulau pineng melalui pelabuhan kuala
idi rayeuk, karena letak pelabuhan idi setentang dengan pulau pineng.
Kala
itu kapal-kapal dagang dan kapal raja antar bangsa mulai singgah di idi guna
membeli hasil komoditi lada, adapun kapal yang singgah di idi kala itu yaitu
kapal dari pegu, hock kwaton dan kapal –kapal imigran dari china. Bahkan sekiatar tahun 1841, peradaban idi
mulai berubah dengan masuknya warga imigran dari rrc mulai berdatangan ke idi dan mendiami
sejumlah wilayah sekitaran kota idi. Kedatangan para pedagang dari pineng yang kebanyakan warga thionghoa juga disambut
baik kala itu oleh masyarakat idi, sejumlah kawasan di idi mulai didiami oleh
mereka mulai dari pesisir pelabuhan kuala idi hingga mereka membuka kebun sayur
dan beternak dikawasan sekitaran idi
hingga ke kawasan bagok kecamatan nurussalam dan kuta binje kecamatan julok.
Dimasa
kepimpinan ulee balang T.Ben guci memerintah idi dan sekitarnya, pada tahun
1888 sebuah tepekong. Vihara murni sakti tempat ibadah warga thionghoa juga berdiri
ditengah bandar idi, yaitu di gampong jawa sekarang. Vihara murni sakti,
dibangun pada tahun 1888 setelah vihara yang sama. dibangun di pineng malaysia
pada tahun 1886, kabarnya kala itu semua bahan bangunan vihara tersebut
didatangkan dari pineng melalui palabuhan kuala idi. Bahkan disebuah batu
tembok di vihara tersebut dengan tulisan bahasa china disana tercatat nama-nama
warga thionghoa yang pertama sekali singgah di idi dan yang membangun tepekong
tersebut.
Kemajuan
pesat idi dimasa ulee blang T.Ben guci,
saat itu sebuah masjid didirikan oleh T.Ben guci ditengah bandar idi, yaitu
masjid lama yang kini terletak sebelah
barat kota idi (Gampong aceh sekarang).
Kota
idi kala itu terus berkembang pesat dengan datangnya para pedagang dari pineng
(malaysia sekarang), bermacam barang dagangan hasil komoditi kawasan idi dan
sekitarnya, seperti lada, ikan, dan rempah lainya diangkut ke pineng sementara
barang dari pineng juga masuk ke idi kala itu.
Selain
itu, dimasa idi jaya dengan hasil lada, damar, kopra dan hasil komoditi perkebunan dan pertanian lainya di idi tempoe
doeloe juga pernah mempunyai rel kereta api yang menghubungkan blang siguci
arah selatan kota idi yang kini menjadi kecamatan idi tunong dengan palabuhan
idi. Kabarnya rel tersebut sengaja
dibangun untuk mengangkut hasil pertanian dan perkebunan ke pelabuhan idi guna
di ekspor ke pineng malaysia melalui pelayaran laut selat malaka.
Seiring
waktu berjalan, idi telah menjadi kota yang dengan perubahannya menghantarkan
segala sejarah untuk dikenang kembali, mulai dari vihara murni hingga
keberadaan “rumoh beusoe” yang tidak mampu dipertahankan, berawal dari
tahun 1975 entah apa rumoh beusoe akhirnya di bongkar yang hingga sekarang
ini bangunan rumoh beusoe tepatnya di
dusun meuligoe gampong keude blang hanya menjadi sejarah yang terukir indah
untuk dikenang, yang tersisa hanyalah lokasi kuburan para raja termasuk makam
raja idi tuanku chik bin guci juga terletak di tengah-tengah lokasi pemakaman
tersebut.
Idi
rayeuk merupakan salah satu dari 24 kecamatan dalam kabupaten aceh timur. Idi
rayeuk juga menjadi salah satu kecamatan yang sekaligus ibu kota kabupaten aceh
timur, dimana diawal kepimpinnan bupati aceh timur Hasballah.h.muhammad thaib
dan wakilnya syahrul bin syamaun, tepatnya pada tanggal 18 agustus 2012 seluruh
kantor dan badan semuanya kembali kepusat pemerintahan yang terletak di desa
titi baro dan seunubok teungoh kecamatan
idi rayeuk.
Setelah
beberapa tahun kemudian dengan jumlah 120 desa dan 1 kelurahan (gampong jawa),
barulah ditahun 2001 kecamatam idi rayeuk dimekarkan kembali, kali ini
pemekarannya adalah wilayah pedalaman dan ujung timur kota idi yaitu, gampong
keude geurubak menjadi kecamatan banda alam, gampong keude pliek menjadi
kecamatan idi tunong dan gampong peudawa rayeuk menjadi kecamatan peudawa
sekarang.
Kemudian
selang beberapa tahun tepatnya ditahun
2004 masa bapak abdullah puteh menjabat sebagai gubernur aceh waktu itu,
kecamatan idi rayeuk kembali dimekarkan, masih didominasi oleh wilayah
pedalaman idi rayeuk yaitu gampong keude dua menjadi kecamatan darul ihsan dan
yang terakhir ditahun 2009 idi rayeuk dimekarkan lagi yaitu gampong peudawa
puntong menjadi kecamatan idi timur sampai dengan hari ini, dan sampai dengan
saat ini kecamatan idi rayeuk hanya tersisa 35 desa saja dari keseluruhan
adalah 121 desa. Setelah sekian banyak terjadi peleburan dan pemekaran yang
bertujuan demi memudahkan pemerintah dalam mengkoordinasikan masing-masing
kecamatan didalam kabupaten aceh timur.
Kantor
camat idi rayeuk adalah sentralnya administrasi bagi seluruh masyarakat dalam
35 desa dalam kecamatan, banyak implementasi, sosialisasi dan kegiatan lainnya
dilakukan di kantor camat idi rayeuk, dan bagan terpenting adalah peran kantor
camat idi rayeuk dalam menyiapkan segala macam administrasi dan mengarsipkan
setiap surat, proposal dan lainnya yang ditujukan masyarakat kepada camat
maupun ketingkat dinas dalam kabupaten
aceh timur, bahkan surat-surat dan proposal yang ditujukan sampai ke provinsi
aceh sekalipun.
Visi
kecamatan idi rayeuk adalah untuk terwujudnya pelayanan yang profesional,
efektif, efesien, trasnparan dan akuntabel serta partisipatif.
Sementara
misinya tak lain untuk :
1. Meningkatkan
kapasitas dan kinerja pemerintah yang profesional, efektif, efesien transparan
dan akuntabel serta partisipatif.
2. Meningkatkan
peran pemerintahan mukim dan gampong sebagai ujung tombak pemerintah daerah
3. Meningkatkan
pemenuhan hak dasar masayarakat disektor pelayanan publik.
Idi
rayeuk yang merupakan sebuah kecamatan yang telah menjadi ibu kota kabupaten
aceh timur tentunya terus berbenah mengapai kemajuan disegala sektor. Saat ini
kecamatan idi rayeuk dipimpin oleh seorang camat iswandi, s.sos, beliau adalah
putra asli kelahiran desa tanoh anoe idi rayeuk tapatnya pada tanggal 31
desember tahun 1965. Tentunya komitmen dan semangat untuk membangun kecamatan
idi rayeuk telah tertanam dalam dirinya.
UNtuk
mengulang kejayaan masa lalu, pelabuhan kuala idi hingga hari ini terus
berbenah baik dalam pembangunan infrastrukturnya serta sistim pengamanan palabuhan
yang dilengkapi sebuah pos tni angkatan laut degan pasukan yang siap
ditempatkan untuk menjaga keamanan perairan idi dan sekitarnya, dengan
menggunakan menara satelit yang canggih membuat penjagaan din pos tni angkatan
laut pos kula idi.
Selain
itu, dikawasan pelabuhan kuala idi saat ini. Juga dilengkapi pos polisi air
serta kamla yang saban hari mengawasi keluar masuknya kapal nelayan. Hiruk
pikuk aktivitas nelayan kuala idi dewasa ini tidak kita nafikan telah
menyumbang lapangan kerja bagi masyarakat aceh timur dan dapat membangkitkan
gerak nadi perekonomian kota idi itu sendiri.
Kota
idi yang semakin ramai tentunya juga
harus didukung oleh ketertiban masyarakat yang lebih maksimal, untuk
mewujudkan hal itu, kapolsek idi rayeuk akp syamsudin dengan puluhan
personilnya terus meningkatkan kamtibmas di wilayah hukum kecamatan idi rayeuk:
Tentu
semua sektor palayan masyarakat, baik pelayanan administrasi pemerintahan,
pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan sektor pendidikan, akan terus
ditingkatkan di kecamatan idi rayeuk.
Pada
tahun 2014 kecamatan idi rayeuk kembali digulirkan dengan diadakanya pekan olah
raga aceh ke xii. Tak dinafikan seiring dengan pelaksanaan pora tahun 2014
sarana olahraga berstandar international berdiri kokoh di kota idi dan
dilengkapi dengan sebuah GOR (Gedung Olah Raga) yang diberi nama idi sport
centre atau akrab dikenal oleh masyarakat kita isc.
B. Sejarah
Rumoeh Busoe (Rumah Besi)
Rumoeh
beuso ( rumah besi ) yang dibangun pada tahun 1880 an yaitu istana kerajaan di
Idi Rayeuk yang dipimpin oleh Tuanku
Chik bin Guci , rumah ini seluruhnya terbuat dari besi, tingginya 5 m. Rumah
ini dibangun ketika etnis TIONGHOA datang singgah ke idi karena perdagangan di
kawasan pantai timur Aceh dari berbagai belahan dunia untuk memburu hasil bumi.
Sejarah
dibangunnya Rumoeh beuso yaitu permintaan dari orang Tionghoa yang berkelana ke idi dengan tujuan bisnis mereka
yaitu meminta kepada sang Raja Tuanku Chik bin Guci untuk membangun sebuah
tempat beribadah untuk mereka yaitu sebuah Vihara, kemudian sang Raja
menyetujui dengan syarat , mereka mesti membangun sebuah istana yaitu dikenal
dengan Rumoeh beuso untuk sang Raja kemudian sepakatlah mereka untuk membangun
rumoeh beuso dan sebuah vihara di idi rayeuk.
Rumoeh
beuso terletak di Keude Blang. Kec. Idi rayeuk
yang sekarang hanya tinggal peninggalan nya sedikit, rumah tersebut
telah hilang hancur. Pada tahun 1975 rumah ini di bongkar satu persatu dan
dijual oleh saudara tirinya karena keributan masalah harta warisan. Jika anda
ingin mengunjungi ke idi rayeuk dan ingin melihat kerajaan di Idi Rayeuk , anda
hanya bisa melihat sedikit dari peninggalan tersebut dan di sekitarnya itu terdapat makam Raja.
namun, sayangnya sejarah ini tidak dilestarikann sehingga banyak orang yang
tidak mengetahui nya bahkan warga yang tinggaL di daerah tersebut banyak yang
tidak mengetahuinya.
C. Sejarah
Raja Idie Rayek
Rumoh
Beusoe dulu dan sekarang, Di bawah pohon sawo, Tuanku Manyak, duduk bersila.
Sesekali, pria 70 tahun itu menyedot dalam rokok kretek di tangannya. Mata
tuanya liar menatap sekeliling bangunan rumah pangung berdiameter 4×8 meter,
yang ditempatinya. Hari itu, ia seakan kembali menatap masa lalu. “Di sinilah
berdiri Rumoh Beusoe (Rumah Besi). Ini bekas pertapakan rumah Raja Idi,
keluarga saya,” katanya pekan lalu.
Rumah
yang ditempati Tuanku Manyak itu berada di Desa Keude Blang, Kecamatan Idi
Rayeuk, Aceh Timur. Warga di situ menyebutnya kawasan Lam Kuta atau kawasan
raja. Berdiri di atas tanah seluas dua kali lapangan bola, pohon-pohon kelapa
menghiasi sekitar rumah. Tidak ada yang istimewa dari rumah itu. Tak mirip
bekas istana kerajaan. “Yang sekarang ini bukan Rumoeh Beusoe, rumah itu
dibongkar sekitar tahun 1975, dulu keluarga saya ribut-ribut soal harta
warisan, besi rumah dijual satu persatu oleh saudara tiri ibu saya,” sebutnya.
Menurut
Tuanku Manyak, hampir seluruh bagian dari Rumoeh Beusoe terbuat dari besi.
Tingginya mencapai lima meter. Selain tiang penyangga, siku rumah, kuda-kuda
atap, tangga rumah itu juga terbuat dari besi. Rumah tersebut menjadi istana
Kerajaan Idi, sebelum kerajaan itu runtuh, saat Belanda masuk menjajah. Dia
mengisahkan, Rumoh Besoe dibangun saat kerajaan Idi dipimpin oleh Tuanku Chik
Bin Guci, sekitar tahun 1880-an. Saat itu, Idi yang merupakan salah satu kawasan
perdagangan di kawasan timur Aceh, banyak disinggahi para pedagang dari
berbagai belahan dunia untuk memburu hasil bumi. Tak terkecuali etnis tionghoa.
Pada suatu waktu, saudagar Tionghoa, menghadap Tuanku Chik Bin Guci. Sang
saudagar memohon agar diizinkan mendirikan Vihara sebagai tempat mereka
beribadah. “orang Cina itu sebelumnya menetap di Malaysia, karena dia punya
usaha di Idi, akhirnya dia menetap disini,” sebutnya.
Raja
mengabulkan permohonan itu. Syaratnya, mereka harus membangun sebuah rumah dari
besi untuk ditempati raja, serta membuat sebuah komplek pekuburan kerajaan. Tak
seperti Rumoh Beusoe yang tinggal cerita, vihara tionghoa masih berdiri kokoh
di pusat pasar Idi, sekitar dua kilometer dari Rumoh Beusoe. Memang, tak ada
lagi aroma asap dupa yang menusuk hidung. Bangunannya pun terlihat lusuh. Cat
merah yang membalut seluruh bagunan kini telah memudar. Tapi dua patung naga
yang bertengger di atap bangunan itu masih tampak garang. Mereka berdiri bak
binatang penjaga Vihara Murni Sakti. Meski dari luar terlihat sepi, ternyata
vihara itu masih ada yang urus. Rudinyo, salah satu pengelola vihara bilang,
bangunan itu berdiri tahun 1888. Katanya, vihara itu salah satu yang tertua di
Sumatera. “Vihara ini sudah sekitar 10 tahun lebih tidak ada kegiatan, kami
sedang memperbaikinya kembali,” kata pria berusia 50 tahun.
Menurut
Rudinyo, Vihara Murni Sakti merupakan simbol kerukunan beragama di Aceh. Etnis
minoritas Tionghoa yang memeluk agama Budha, ternyata bisa hidup berdampingan
dengan warga Idi yang beragam Islam. Vihara ini juga merupakan saksi sejarah
etnis Tionghoa pernah berjaya di sana. Umumnya mereka berprofesi sebagai
pedagang. Petaka datang tahun 1998. Saat itu, gelombang anti Tionghoa muncul di
seantero negeri, tak terkecuali Idi.
Aksi
serupa juga muncul di Panton Labu, Geudong dan Lhokseumawe. Kala itu, ratusan
preman berpakaian pramuka mengobrak-abrik tempat usaha warga Tionghoa. Harta
benda mereka dihancurkan dan dibakar. Vihara Murni Sakti juga tak luput dari
aksi perusakan. Patung-patung Budha satu persatu dirusak. Setelah peristiwa
itu, Vihara tak lagi difungsikan. “Tapi itu konflik politik, bukan agama,” ujar
Rudiyanto.
Setelah
kejadian itu, hampir semua orang Tionghoa angkat kaki dari Idi. Menurut Rudi,
mereka pindah ke Jakarta, Batam dan Medan. “Mereka takut dibunuh,” ujar pria
yang akrab disapa Bing-Hoe itu. Rudi sendiri memilih tinggal di Idi. Kini, dia
bersama belasan warga Tionghoa yang masih tinggal di Idi berupaya menghidupkan
kembali vihara itu. Pembangunan kembali dimulai sejak 2009. Rencananya vihara
akan dirombak menjadi dua lantai. Namun, rencana itu batal karena diprotes
tokoh agama setempat. “Kami diminta mempertahankan bangunan lama, tidak
membangun dua lantai. Kami harus menyanggupi permintaan itu,” katanya. Rudi tak
mempersoalkan pelarangan itu. Baginya, asal masih diperbolehkan beribadah di
vihara saja sudah cukup. “Yang penting kami masih bisa sembahyang disitu,”
sebutnya. Apalagi, vihara itu hadir disana atas persetujuan Raja Idi di masa
lalu.
Jika
warga Tionghoa punya dana merawat peninggalan nenek moyangnya, Tuanku Manyak
hanya bisa mengurut dada. Tak sekalipun situs sejarah peninggalan kerajaan Idi
itu dipugar. Alih-alih dipugar, rumah bekas istana raja, malah dijual seperti
barang loakan. Meskipun tanpa Rumoeh Besoe, di komplek Kerajaan Idi masih
terdapat kuburan raja dan benteng kerajaaan. Sisa benteng itu terletak
dibelakang komplek, dekat aliran krueng Idi. Kondisinya juga tak kalah
memprihatinkan. Benteng itu hampir amblas akibat longsoran sungai yang tak pernah
dibuatkan tanggul. “Kemarin itu ada anak-anak mahasiswa yang bantu mengecat
dinding kuburan, sebelumya tidak pernah,” katanya. Kini, Tuanku Manyak mengawal
lokasi komplek Kerajaan Idi itu sendirian. Dia adalah satu-satunya keturunan
raja Idi yang masih menetap di sana. Manyak adalah anak ketiga dari Cut Nyak
Fatimahsyam, putri tunggal dari Tuanku Chik bin Guci. Kakaknya yang pertama
bernama Cut Nyak Cek, kini telah meninggal. Abangnya, Tuanku Cut, juga telah
meninggal November 2013. Mereka memilik adik kandung perempuan bernama Cut Nyak
Puspa yang kini menetap di Jakarta. Meski kekuasaan monarki raja Idi telah
runtuh, warga Keude Blang masih memperlakukan Tuanku Manyak sebagai orang yang
dihormati. Saat ada warga yang menggelar kenduri dan acara pesta kampung
lainnya, rumah Tuanku Manyak pasti kebanjiran makanan. Bahkan, setiap hari ada
saja yang mengantar makanan untuknya. “Orang kampung disini selalu mengantarkan
kuah dan makanan untuk saya, mereka semuanya yang menjaga saya” ujarnya. Tuanku
Manyak pernah diajak adiknya menetap di Jakarta. Tapi, ia menolak. Dia tak
ingin membiarkan makam peninggalan keluarganya terusik. Di sisa umurnya, Tuanku
Manyak hanya punya satu harapan, ia ingin ada yang menjaga dan merawat komplek
peninggalan Kerajaan Idi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Æ Banyak
orang yang menafsirkan akan nama idi, ada yang mengatakan itu berasal dari kata
ie dit artinya (air sedikit) dan ada juga yang mengatakan kata idi itu adalah
ie dhiet artinya (air bagus).
Æ Kemajuan
perdagangan dan pelayaran sepanjang selat malaka tempo doeloe, telah
mencatutkan nama idi sebagai sebuah pelabuhan perdagangan komoditi lada dan
cengkeh bagi saudagar-saudagar dikawasan asia. eropa dan persia.
Æ Rumoeh
beuso ( rumah besi ) yang dibangun pada tahun 1880 an yaitu istana kerajaan di
Idi Rayeuk yang dipimpin oleh Tuanku
Chik bin Guci , rumah ini seluruhnya terbuat dari besi, tingginya 5 m. Rumah
ini dibangun ketika etnis TIONGHOA datang singgah ke idi karena perdagangan di
kawasan pantai timur Aceh dari berbagai belahan dunia untuk memburu hasil bumi.
Æ Tuanku
Manyak mengawal lokasi komplek Kerajaan Idi itu sendirian. Dia adalah
satu-satunya keturunan raja Idi yang masih menetap di sana.
B. Saran
Æ Ternyata ada sejarah yang menarik di Idi rayeuk namun
tak dapat dirasakan lagi . dengan tulisan ini semoga bermanfaat, untuk
mengetahui ada sejarah disana Idi Rayeuk
.yang mampu membuka mata generasi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://saleumidirayeuk.co.id/2015/12/dengan-cepat-saya-merespon-beberapa.html
http://www.ajiersa.com/2016/09/sejarah-rumah-besi-di-idi-rayek.html
http://iskandarzck.co.id/2012/06/sejarah-raja-idi-rayeuk.html
http://iskandarnorman.co.id/2011/10/riwayat-para-pendiri-negeri-idi.html
http://ariffadlillah.com/mengintip-sejarah-kereta-api-di-idi/
Www.Google.com
Posting Komentar