Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II
Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng
Jakarta Barat Tahun 2012
Abstrak
Diabetes Melitus
(DM) merupakan
salah
satu masalah
kesehatan yang besar. Data
dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang di dunia (IDF, 2011). Di Provinsi DKI
Jakarta, Kotamadya
Jakarta
Barat merupakan salah satu kota
dengan angka prevalensi DM yang tinggi, yaitu
1,9% (Balitbangkes,2008). Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan
dengan kejadian
Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
desain cross sectional.
Sampel penelitian
ini sebanyak 50 responden pasien DM yang
berobat di Puskesmas Kecamatan
Cengkareng, didapatkan
50 sampel. Hasil penelitian menunjukkan umur, riwayat keluarga,
aktfivitas fisik, tekanan darah, stres
dan kadar kolestrol berhubungan dengan kejaidan
DM Tipe 2. Variabel yang sangat
memiliki hubungan dengan kejadian DM Tipe 2 adalah Indekx Massa Tubuh (p 0,006 OR 0,14; 95% CI 0,037-0,524). Orang yang memiliki obesitas lebih berisiko 7,14 kali
untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak
obesitas.
Kata kunci: Diabetes Tipe 2, Cengkareng, Jakarta Timur
Pendahuluan
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang besar. Data dari studi global menunjukan
bahwa jumlah penderita
Diabetes Melitus pada
tahun
2011 telah mencapai
366 juta orang. Jika tidak ada tindakan yang dilakukam, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta pada
tahun
2030
(IDF, 2011). Diabetes
mellitus telah menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian. Selain itu
pengeluaran biaya
kesehatan untuk
Diabetes Mellitus
telah
mencapai 465 miliar
USD (IDF, 2011).
International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan
bahwa sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa
mereka mengidap DM. Sebesar 80% orang dengan DM
tinggal di negara berpenghasilan rendah
dan
menengah, (IDF, 2011).
Pada tahun 2006,
terdapat lebih dari 50 juta orang yang
menderita
DM di Asia Tenggara (IDF, 2009).
Jumlah penderita
DM terbesar berusia antara 40-59 tahun (IDF, 2011).
Ada beberapa jenis Diabetes Mellitus
yaitu Diabetes
Mellitus
Tipe I, Diabetes Mellitus
Tipe II, Diabetes
Mellitus Tipe
Gestasional, dan Diabetes Mellitus Tipe
Lainnya. Jenis Diabetes
Mellitus yang
paling
banyak diderita
adalah
Diabetes Mellitus Tipe
2. Diabetes
Mellitus Tipe
2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan
metabolik yang di tandai oleh
kenaikan gulah darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau
ganguan
fungsi insulin (resistensi insulin) (Depkes, 2005).
Diabetes Mellitus biasa disebut dengan the silent killer
karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan. Penyakit
yang
akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata,
katarak, penyakit
jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka
sulit sembuh
dan membusuk/gangren, infeksi paru- paru, gangguan pembuluh
darah, stroke
dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah menjalani
amputasi anggota tubuh
karena terjadi pembusukan (Depkes,2005).
Melihat
bahwa Diabetes
Mellitus
akan memberikan
dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan
peningkatan biaya kesehatan yang
cukup besar,
maka sangat diperlukan
program pengendalian
Diabetes
Mellitus
Tipe 2. Diabetes
Mellitus
Tipe 2 bisa dicegah, ditunda
kedatangannya
atau dihilangkan dengan
mengendalikan faktor resiko (Kemenkes, 2010). Faktor
resiko penyakit tidak
menular, termasuk DM Tipe
2, dibedakan menjadi
dua. Yang pertama adalah
faktor
risiko yang
tidak
dapat
berubah
misalnya jenis kelamin, umur, dan
faktor
genetik. Yang kedua adalah
faktor
risiko yang dapat diubah
misalnya
kebiasaan
merokok
(Bustan, 2000). Penelitian- penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa demografi, faktor perilaku dan gaya hidup, serta
keadaan klinis atau mental berpengaruh terhadap kejadian
DM Tipe 2 (Irawan, 2010). Berdasarkan analisis
data Riskesdas
tahun
2007 yang
dilakukan oleh Irawan,
didapatkan
bahwa prevalensi DM tertinggi terjadi pada kelompok umur
di atas 45 tahnun sebesar 12,41%. Analisis ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan kejadian
DM
dengan faktor risikonya yaitu jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas
fisik, kebiasaan
merokok,
konsumsi alkohol,
Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggang, dan umur. Sebesar 22,6 % kasus
DM Tipe 2 di populasi dapat dicegah jika obesitas sentral diintervensi (Irawan,2010).
Jakarta Timur
merupakan salah satu
kotamadya
di
propinsi DKI Jakarta yang memiliki angka prevalensi DM
Tipe 2 sebesar 1,9%. Sekarang
ini Program Pengendalian Diabetes
Mellitus
Tipe 2 sudah dijalankan di Puskesmas
kecamatan Cengkareng. Oleh
karen
itu
penulis
ingin
mengetahui faktor risikonya kejadian
DM Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan
desain sudi Cross Sectional. Dengan jumlah sampel sebanyak
50 responden yang merupakan pasien DM Tipe II
di Puskemas
Kecamatan Cengkareng.
Sebagai variabel
independen adalah sosiodemografi, riwayat DM, kondisi
klinis dan mental serta pola hidup. Sedangkan variabel dependen adalah kejadian Penyakit Diabetes Mellitus Tipe
2. Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen
kuesioner. Selain dengan menggunakan metode kuantitatif,
pendekatan kualitatif juga
dilakukan dengan
melakukan wawancara kepada dokter, perawat, ataupun staf pada poli PTM Puskesmas Cengkareng
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan
Cengkareng untuk mengetahui Sosiodemografi, Riwayat DM,
Kondisi
Klinis dan Mental dan Pola hidup yang
berhubungan dengan kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat, yang
dilakukan selama
satu bulan pada bulan Desember
2012.
Hasil Penelitian
Penulis menggunakan metode kuantitatif dengan cara
menyebarkan kuesioner
ke 50
responden
untuk melihat
hubungan sosiodemografi, riwayat kesehatan, pola hidup,
kondisi
klinis dan mental sebagai faktor risiko kejadian
penyakit diabetes melitus tipe 2. Hasil penyebaran
kuesioner
yang telah dilakukan adalah sebagai berikut
:
Tabel 1. Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan DM Tipe II di Puskesmas
|
Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat 2012
Terpapar Asap Rokok
Terpapar
|
19(76,0)
|
6(24,0)
|
25(100)
|
0,08
|
3,431
|
1,026-11,47
|
Tidak Terpapar
IMT
Normal
|
12(48,0)
5(31,3)
|
13(52,0)
11(68,8)
|
25(100)
16(100)
|
0,006*
|
0,14
|
0,037-0,524
|
Obesitas
|
26(76,5)
|
8(23,5)
|
34(100)
|
|
|
|
Tekanan Darah
Normal
|
9(39,1)
|
14(60,9)
|
23(100)
|
0,005*
|
0,146
|
0,041-0,527
|
Hipertensi
Stres
Stres
|
22(81,5)
19(79,2)
|
5(18,5)
5(20,8)
|
27(100)
24(100)
|
0,035*
|
4,43
|
1,269-15,48
|
Tidak Stres
|
12(46,2)
|
14(53,8)
|
26(100)
|
|
|
|
Kadar Kolestrol
Kolestrol Tinggi
|
22 (75,9)
|
7 (24,1)
|
29(100)
|
0,038*
|
4,19
|
1,246-14,08
|
Normal
|
9(42,9)
|
12(57,1)
|
21(100)
|
|
|
|
Dari hasil analisis di atas
dapat diketahui bahwa 6 dari 11 variabel yang diamati memiliki hubungan yang signifikan
dengan kejadian Diabetes
Mellitus Tipe
2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng, yaitu variabel umur
OR
0,212 (0,61-0,733), riwayat DM OR 4,19 (95%CI
1,246-14,08), aktifitas fisik OR 0,239 (95%CI
0,071-0,802), Indeks Massa
Tubuh
OR 0,14
(95%CI 0,037-0,524), tekanan
darah OR 0,146 (95%CI
0,041-0,527), stress OR 4,43
(95%CI 1,269-15,48) dan kadar kolesterol OR 4,19
(95%CI 1,246-14,08).
Pembahasan
Berdasarkan
analisis antara jenis kelamin dengan
kejadian DM Tipe 2, prevalensi kejadian DM Tipe 2 pada
wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih
berisiko mengidap diabetes
karena
secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan
indeks
masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus
bulanan
(premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi
lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes mellitus tipe2 (Irawan, 2010).
Penelitian antara
umur dengan kejadian diabetes
mellitus menunjukan
adanya hubungan
yang
signifikan.
Kelompok
umur < 45 tahun merupakan kelompok
yang
kurang berisiko menderita DM Tipe
2. Risiko pada kelompok
ini 72 persen lebih rendah dibanding kelompok
umur ≥45 tahun. Penelitian Iswanto (2004)
juga menemukan bahwa ada
hubungan yang signifikan
antara
umur dengan kejadian diabetes
mellitus. Selain itu, studi yang dilakukan
Sunjaya
(2009) juga menemukan
bahwa
kelompok umur
yang paling
banyak
menderita diabetes
mellitus adalah kelompok umur 45-52 (47,5%).
Peningkatan diabetes risiko diabetes seiring dengan umur, khususnya pada
usia lebih dari 40
tahun, disebabkan karena pada
usia
tersebut mulai terjadi peningkatan intolenransi
glukosa. Adanya proses penuaan
menyebabkan berkurangnya kemampuan
sel
β pancreas
dalam
memproduksi insulin (Sunjaya, 2009). Selain itu
pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini
berhubungan
dengan
peningkatan kadar lemak
di otot sebesar
30%
dan memicu terjadinya resistensi insulin
Tingkat pendidikan memiliki
pengaruh
terhadap kejadian penyakit Diabetes Melitus Tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki
banyak pengetahuan tentang kesehatan. Dengan
adanya
pengetahuan tersebut oarang
akan
memiliki kesadaran
dalam menjaga
kesehatannya
(Irawan, 2010). Pendidikan
sebagian besar responden adalah tamat SD.
Dalam analisis, variabel pendidikan dibuat menjadi dua kategori yaitu rendah
dan
tinggi. Pendidikan
rendah yaitu bila responden
berpendidikan antara
tidak
pernah sekolah sampai tamat SMP. Sementara itu, pendidikan tinggi yaitu bila
responden berpendidikan antara tamat SMA sampai
dengan tamat perguruan tinggi. Dalam analisis univariat,
terlihat bahwa sebagian
besar responden
berpendidikan
rendah. Berdasarkan analisis hubungan antara pendidikan
dengan kejadian
DM Tipe 2, didapatkan kesimpulan
yang didapat adalah tidak
ada hubungan yang signifikan
antara
pendidikan dengan kejadian DM Tipe 2.
Jenis pekerjaan
juga erat
kaitannya dengan kejadian
DM. Pekerjaan seseorang
mempengaruhi tingkat aktivitas
fisiknya. Dari analisis univariat, sebagian besar responden
adalah kelompok tidak
bekerja. Berdasarkan analisis
hubungan antara pekerjaan dengan kejadian DM Tipe
2, didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara pekerjaan dengan kejadian
DM Tipe 2. Analisis antara pekerjaan dengan kejadian
DM tidak signifikan mungkin karena presentase antara kelompok bekerja dan tidak
bekerja
yang tidak seimbang. Kebanyakan
responden adalah
kelompok
tidak bekerja
dan juga berjenis kelamin
perempuan. Kelompok
ini adalah
ibu rumah tangga. Variabel pekerjaan
ini memiliki kaitan dengan
aktifitas fisik. Kelompok
tidak
bekerja
belum tentu memiliki
aktivitas fisik yang
rendah. Ibu rumah tangga justru melakukan berbagai aktivitas
seperti menyapu, memasak dan mencuci.
Hasil penelitian antara riwayat kesehatan dengan
kejadian penyakit diabetes
melitus tipe
2 bahwa ada hubungan yang signifikan (OR 4,19; 95%CI 1,246-14,08). Sebagian besar responden memiliki riwayat DM keluarga. Terdapat 22 (75,9%)
responden
dengan riwayat DM keluarga, sebagian
besar hubungan responden adalah
dengan orang tua. Responden yang
memiliki keluarga dengan DM harus
waspada.
Risiko menderita DM
bila
salah satu
orang tuanya
menderita DM
adalah
sebesar
15%. Jika kedua orang tua memiliki DM maka risiko untuk
menderita
DM adalah 75% (Diabates UK, 2010). Risiko untuk mendapatkan
DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada
ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam
kandungan lebih besar
dari ibu. Jika
saudara kandung menderita
DM maka risiko untuk menderita DM adalah
10%
dan 90% jika
yang
menderita adalah saudara kembar identik (Diabetes UK, 2010). Bagi masyarakat yang
memiliki keluarga
yang menderita
DM, harus segera memeriksa kadar gula darahnya karena risiko
menderita DM besar.
Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa
akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik.
Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat
sehingga kadar gula dalam darah akan
berkurang. Pada
orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk
ke dalam tubuh tidak
dibakar
tetapi ditimbun dalam tubuh
sebagai lemak dan gula.
Jika insulin tidak mencukupi
untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan
timbul DM (Kemenkes,2010). Hasil analisis univariat menunjukkan
bahwa sebagian besar responden memiliki aktivitas
fisik
sedang dan berat. Hasil analisis
hubungan menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas
fisik
dengan kejadian DM Tipe
2. Orang yang
aktivitas fisik sehari-harinya berat memiliki risiko lebih rendah untuk menderita DM Tipe
2 dibandingkan
dengan orang yang aktifitas fisik sehari-harinya ringan
OR
0,239 (95%CI 0,071-0,802).
Terpapar asap
rokok
adalah merokok atau
sering
berada di dekat perokok. Merokok adalah salah satu
faktor
risiko
terjadinya penyakit DM Tipe 2. Asap
rokok
dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh rokok (nikotin) merangsang kelenjar adrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa (Latu, 1983). Hasil
analisis univariat menunjukn distribusi responden
berdasarkan terpapar
asap
rokok dan tidak terpapar
asap rokok hampir merata. Responden yang terpapar asap rokok merupakan perokok aktif dan pasif. Dari responden yang
terpapar
asap rokok, sebagaian
besar
adalah perokok pasif. Perokok pasif memungkinkan
menghisap racun
sama seperti perokok
aktif.
Penelitian
oleh Houston mendapatkan
bahwa perokok aktif
memiliki risiko 76% lebih tinggi untuk ters erang DM
Tipe 2 dibanding dengan yang tidak terpajan
(Irawan,2010). Berdasarkan
analisis hubungan antara terpapar asap rokok
dengan kejadian DM Tipe 2, didapatkan bahwa
tidak
ada
hubungan
yang signifikan
antara terpapar asap rokok dengan kejadian DM Tipe 2 .
Indeks masa tubuh secara bersama-sama dengan
variable lainnya
mempunyai hubungan yang signifikan
dengan diabetes
mellitus. Hasil perhitungan OR menunjukan seseorang
yang obesitas mempunyai risiko
untuk menderita diabetes. Kelompok dengan risiko diabetes terbesar adalah kelompok obesitas, dengan odds
7,14 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok
IMT
normal. Penelitian
menurut Sunjaya (2009) menemukan bahwa
individu yang mengalami obesitas mempunyai
risiko 2,7 kali lebih
besar untuk terkena diabetes mellitus
dibandingkan dengan
individu yang
tidak
mengalami obesitas.
Adanya pengaruh indek masa tubuh terhadap diabetes
mellitus ini disebabkan oleh
kurangnya aktivitas
fisik serta
tingginya
konsumsi karbohidrat, protein dan lemak
yang merupakan factor risiko dari obesitas. Hal tersebut
menyebabkan
meningkatnya
Asam Lemak atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel. Peningkatan FFA ini akan
menurunkan translokasi transporter
glukosa ke
membrane plasma, dan menyebabkan
terjadinya resistensi insulinpada
jaringan otot dan adipose (Teixeria-Lemos dkk,2011).
Ada hubungan yang
bermakna antara tekanan darah
dengan diabetes
melitus. Hasil penelitian menunjukan
bahwa orang yang
terkena
hipertensi berisiko lebih besar
untuk menderita diabetes,
dengan
odds 6,85
kali
lebih
besar
dibanding orang yang tidak hipertensi. Penelitian
menurut Sunjaya
(2009)
menemukan
bahwa individu
yang mengalami
hipertensi mempunyai risiko 1,5
kali lebih besar untuk
mengalami diabetes
dibanding individu yang
tidak hipertensi.
Beberapa literatur
mengaitkan hipertensi dengan resistensi
insulin. Pengaruh hipertensi terhadap kejadian
diabetes melitus disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah
menjadi
menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses
pengangkutan glukosa
dari dalam darah menjadi terganggu (Zieve, 2012).
Pada variabel
stress,
hasil
analisis
univariat
menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengalami
stres dengan
jumlah 79,2% dan 46,2% responden yang tidak
mengalami stres. Untuk mengelola
stres
sebaiknya
mulai melakukan metode dalam mengurangi stres. Metode yang baik
adalah dengan
mengelola stres yang datang.
Manajement stres ini sebaiknya dilakukan
secara
terus- menerus, tidak hanya ketika tertekan (Mitra,2008).
Berdasarkan analisis
hubungan antara
stres dengan
kejadian DM Tipe 2 didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara stres dengan kejadian DM Tipe
2. Hasil
penelitian
ini sejalan dengan penelitian Andi di Rumah
Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar. Orang yang mengalami stres memiliki risiko 1,67 kali untuk menderita DM Tipe
2 dibandingkan
dengan orang yang
tidak mengalami
stres (Andi dkk,2007).
Adanya peningkatan risiko diabetes pada kondisi stres
disebabkan oleh produksi hormone kortisol secara berlebihan saat seseorang mengalami stres. Produksi
kortisol yang berlebih ini akan
mengakibatkan
sulit tidur, depresi, tekanan
darah
merosot, yang kemudian akan
membuat individu tersebut menjadi lemas, dan
nafsu
makan berlebih. Oleh
karena itu,
ahli nutrisi
biologis Shawn Talbott menjelaskan bahwa pada umumnya orang
yang
mengalami stres
panjang juga
akan mempunyai
kecenderungan berat badan yang berlebih, yang merupakan
salah satu faktor risiko diabetes melitus (Siagian,2012).
Kadar kolestrol yang tinggi berisiko terhadap penyakit
DM Tipe
2. Kadar kolestrol tinggi menyebabkan
meningkatnya asam lemak bebas sehingga terjadi
lipotoksisity. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
kerusakan sel beta pankreas yang akhirnya mengakibatkan
DM Tipe 2 (Kemenkes, 2010). Hasil
anailis univariat
menunjukan bahwa
distribusi responden
berdasarkan kadar kolestrol tinggi lebih
berisiko dari pada responden yang kadar kolestrolnya normal. Berdasarkan analisis hubungan antara kadar kolestrol dengan kejadian DM Tipe 2,
didapatkan
bahwa ada hubungan
yang signifikan anatara kadar kolestrol
dengan kejadian DM Tipe 2. Hal ini sejalan dengann penelitian di Rumah
Sakit Umum Dr. Wahidin
Sudirohusodo, Makasar. Hasil penelitian menunjukan bahwa kolestrol tinggi
memiliki
hubungan dengan kejadian
DM
Tipe 2. Orang dengan kolestrol tinggi memiliki risiko
13,45 kali untuk
menderita
DM Tipe 2 dibandingkan yang
kadar kolestrolnya normal (Andi dkk, 2007).
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini
bahwa
faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng adalah
variabel umur, riwayat DM, aktifitas fisik, Indeks
Massa Tubuh, tekanan darah, stress dan kadar kolesterol.
Daftar Pustaka
Adi, O dkk. 1994. Prevalens
Diabetes
Melitus dan Faktor- faktor yang Berkaitan Dikalangan penduduk Bukit
Badong. Buletin Kesehatan Masyarakat. jilid 1. Bil 1.
Alfiyah, Sri Widyati. 2010. Faktor
Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Diabetes Melitus pada Pasien Rawat Jalan di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi
Semarang Tahun 2010. Tesis Universitas Negeri Semarang [http://lib.unnes.ac.id/6373/] diunduh pada
17
Februari 2012 pukul 16.20 WIB]
Andi, Sulilowati
et al. 2008.
Faktor
Risiko Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar. Jurnal Ilmiah Nasional. [http://perpustakaan.litbang.depkes.go.id/otomasi/indekx.p
hp?=show_detail&id=14113] [Diunduh pada 17 Februari
2012 pukul
16.40 WIB]
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada
Penelitian Kesehatan. Jurusan
Biostatistik dan Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Azwar, Azrul. 1983. Pengantar Pendidikan Kesehatan.
Jakarta, Sastra Hudaya
Badan Penelitian dan pengembangan. 2008.
Riset
Kesehatan Dasar. Departemen
Kesehatan
Republik Indonesia.
Buraerah, Hakim. 2010. Analisis Faktor
Risiko Diabetes
Melitus tipe 2 di Puskesmas Tanrutedong, Sidenreg Rappang, 2007. Jurnal Ilmiah Nasional. [http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id
=186192] [Diunduh pada 17 Februari 2012 pukul 16.30
WIB]
Bustan. 2010. Epidemiologi
Penyakit Tidak Menular.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dalimartha, Setiawan. 2005. Ramuan Tradisional Untuk
Pengobatan Diebetes Melitus. Jakarta: Penebar
Swadaya.
|
1479/Menkes/Sk/X/2003
Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit
Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu.
Departemen Kesehatan. 2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Melitus.
Departemen Kesehatan. 2007. Pedoman Pengisian Kuesioner RISKESDAS 2007.
Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Departemen Kesehatan. 2008. Kurikulum &
Modul
Diabetes Melitus.
Departemen Kesehatan. 2009. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus.
Diabetes UK. 2010. Diabetes in the UK: Key Statistics on
Diabates.
Fatmawati, Ari. 2010. Faktor
Risiko Kejadian Diabetes Melitus
Tipe 2 Pasien Rawat Jalan (Studi Kasus di Rumah
Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. Tesis
Universitas
Negeri Semarang. [http://lib.unnes.ac.id/2428/] [Diunduh pada 17 Februari 2012 pukul 15.05]
Gill, Geoffrey, John Pickup, dan Williams. 2011. Difficult
Diabetes. London: Blackwell
Science Ltd.
Goldstein, Barry
J. Dan Dirk
Mueller-Wielend.
2008.
Type-2 Diabetes: Principles and Practice. New
York:
Informa Healthcare.
Harding, Anne
Helen et al. 2003. Dietary Fat adn Risk of
Clinic
Type Diabetes. A,erican
Journal of Epidemiology. Vol 159, No. 1
Hastuti, Rini Tri. 2008. Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Melitus (Studi Kasus
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta). Tesis Universitas Diponegoro.
Herminingsih, Anik. 2006.
Manfaat
Serat Dalam
Menu
Makanan. Program FMA, Universitas Mercu Buana.
International Diabetes Federation.
2011. Diabetes Evidence
Demands
Real Action From The Un Summit On
Non-Communicable Diseases. [http://www.idf.org/diabetes-evidence-demands-real-
action-un-summit-non-communicable-diseases] [Diunduh
pada 18 Januari 2012 pukul 17.20 WIB]
International Diabetes Federation. 2011. One Adult In Ten Will Have Diabetes By 2030. [http://www.idf.org/media- events/press-releases/2011/diabetes-atlas-8th-edition]
[Diunduh pada 18 Januari 2012 pukul
17.45 WIB]
Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko
Kejadian Diabetes
Melitus
Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis
Universitas Indonesia.
Kaban, Sempakata. 2007. Diabetes Tipe 2 di Kota Sibolga
Tahun 2005. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40
No. 2 Juni 2007.
Kementerian Kesehatan.
2010. Petunjuk Teknis
Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Melitus.
Kementerian Kesehatan. 2011. Deskripsi Kegiatan
“Prevention and Control od Diabetes’
di Kota Cilegon Tahun 2010-2011.
Latu. Jeanne. 1983. Menafsirkan Hasil Tes
Laboratorium. Cermin Dunia Kedokteran No. 30 1983: Halaman 3-6.
Mihardja, Laurentia. 2010. Faktor
Risiko Terbesar dan
Masalah Pengendalian Diabetes Melitus di Kota Singkawang Provinsi Kalimantan Barat. Program Insentif Riset Terapan Badan Penelitian dan
Pengemrangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Mitra, Analava. 2008. Diabetes and Stress: A Review.
Ethno-Med. 2(2)
2008:
halaman 131-135.
Notoatmodjo, Soekidjo.
2003.
Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar.
Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Nurhayati, Siti. 2010. Gaya Hidup dan Status
Gizi Serta Hubungannya
Dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus Pada Pria dan Wanita
Dewasa di DKI Jakarta.
Thesis
Institut
Pertanian Bogor.
Pusparini. 2007. Obesitas Sentral, Sindroma Metabolik dan
Diabetes Meltus Tipe Dua. Universa Medicina
2007:halaman
195-204.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di
Indonesia. Jakarta.
Ramaiah, Savitri. 2008. Diabetes: Cara Mengetahui
Gejala Diabetes dan Mendeteksinya Sejak
Dini. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Sanjaya, I Nyoman. 2006. Pola Konsumsi Makanan
Tradisional Bali sebagai Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe II di
Tabanan.
Siregar, Jelita. 2010. Perbandingan Kadar LDL Kolesterol
pada DM Tipe 2 dengan atau Tanpa Hipertensi. Tesis.
Departemen
Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara.
Soegono, Sidartawan. 2008.
Hidup Secara Mandiri
dengan: Diabetes Mellitus, Kencing Manis,
Sakit Gula.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sustrani,
Lany dkk. 2006. Diabetes. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sujaya, I Nyoman. 2009. “Pola Konsumsi Makanan
Tradisional Bali sebagai Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Tabanan.” Jurnal Skala Husada Vol. 6 No.1 hal:
75-81
Tandra, Hans. 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda
Ketahui Tentang Diabetes: Panduan Lengkap Mengenal
dan
Mengatasi Diabetes dengan Cara Cepat dan Mudah.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Teixeria-Lemos, dkk. 2011. Regular
physical exercise
training assists in preventing type
2 diabetes development:
focus on its antioxidant and anti-inflammantory properties.
Biomed Central Cardiovascular Diabetology 10:
1-15
Wiardani, Ni Komang. 2005. Pola Makan
dan Obesitas
sebagai Faktor
Risiko Diabetes
Melitus Tipe
2 di Rumah Sakit
Sanglah Denpasar. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia.
Posting Komentar