BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Salah satu
lembaga yang dianjurkan oleh ajaran Islam untuk dipergunakan oleh seseorang
sabagai sarana penyaluran rezeki yang diberikan oleh Tuhan kepadanya adalah
wakaf. Dalam Islam, wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang
cukup penting. Menurut sejarah Islam, wakaf telah memainkan peran yang sangat
penting dalam meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin, baik di bidang
pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan kepentingan umum,
kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan serta peradaban Islam secara
umum.
Di
Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama
Islam masuk di Indonesia. Selain di Indonesia
perkembangan Wakaf di Negara-negara Timur Tengah juga sangat baik,
bahkan disana Wakaf di atur sedemikian rupa sehingga sangat dirasakan
manfaatnya bagi masyarakat di Negara-negara tersebut. Sebagai salah satu
Lembaga keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf telah
banyak membantu pembangunan secara menyeluruh di Indonesia dan berbagai Negara
lainnya, baik dalam pembangunan sumber daya manusia maupun dalam pembangunan
sumber daya sosial. Karena pada kenyataannya, sebagian besar rumah ibadah,
tempat pemakaman, peguruan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya
dibangun di atas tanah wakaf.
B. Rumusan
Masalah
Yang
menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
Pengertian Wakaf ?
2. Bagaimana
Waqaf Menurut Ulama Syafi’iyah ? dan
3. Bagaimana
Waqaf Menurut Tokok Kontemporen ?
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah, maka yang menjadu tujuan penulisanna adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
pengertian wakaf.
2. Memahami
pengertian wakaf menurut ulama syafi’iyah.
3. Memahami
pengertian wakaf menurut tokok kontemporen.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Wakaf
Perkataan wakaf,
yang menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata kerja bahasa Arab
waqafa yang berarti menghentikan, berdiam di tempat atau menahan sesuatu. Wakaf
dalam pengertian Ilmu tajwid mengandung makna menghentikan bacaan, baik
seterusnya maupun untuk mengembil nafas sementara. Pengertian wakaf dalam makna
berdiam di tempat, dikaitkan dengan wuquf. Yakni berdiam di Arafah pada tanggal
9 Zulhijjah ketika menunaikan Ibadah Haji. Sedangkan pengertian menahan (sesuatu)
dihubungkan dengan harta kekayaan, itulah yang dimaksud dengan wakaf dalam
makalah ini (Ali, 1988, p.80). Wakaf adalah menahan harta dan memberikan
manfaatnya di jalan Allah, sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah yang
ganjarannya tidak terbatas sepanjang pewakaf itu hidup, tetapi terbawa sampai
ia meninggal dunia (Suryana, Alba, Syamsudin, & Asiyah, 1996, p.131). Wakaf
adalah salah satu lembaga yang dianjurkan oleh ajaran Islam untuk dipergunakan
oleh seseorang sebagai sarana penyaluran rezeki yang diberika oleh Allah
kepadanya (Ali, 1988, p.77).
Dari
beberapa definisi dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian wakaf adalah
menahan harta yang diberikan Allah yang dikelola oleh suatu lembaga dan hal
tersebut sangat dianjurkan oleh ajaran Islam karena sebagai saran mendekatkan
diri kepada Allah yang ganjarannya terbawa sampai si pewakaf meninggal dunia.
Di
dalam Al-Qur’an surah Ali-Imran (3) ayat 92 Allah SWT berfirman :
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ
حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ
بِهِ عَلِيمٌ
Kamu sekali-kali tidak
sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian
harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya
Allah mengetahuinya.
(QS.Ali
Imran 92)
Dan
di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah (2) ayat 267 Allah SWT berfirman :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا
لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ
بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ
وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
(QS.
Al-Baqarah 267)
Menurut hadist Nabi
Muhammad SAW. yang diriwayatkan oleh Muslim berasal dari Abu Hurairah, “seorang
manusia yang meninggal dunia akan berhenti semua pahala amal perbuatannya,
kecuali pahala tiga amalan yaitu :
1. shadaqah
jariyah : sedekah yang pahalanya tetap mengalir yang diberikannya selama hidup,
2. Ilmu
yang bermanfaat bagi orang lain yang diajarkannya selama hayatnya, dan
3. do’a
anak saleh yakni anak yang membalas guna orang tuanya dan mendo’akan
ayah-ibunya meskipun orangtuanya itu telah tiada” menurut A.A. Basyir dalam (Ali,
1988, p.81).
B. Wakaf
Menurut Ulama Syafi’iyah
a. Definisi
Dan Fungsi Wakaf
Definisi
wakaf menurut Imam Syafi’i adalah:
حـبس مال يُمكن لإنتفــاع
به مع بقائه عينـه بقـطع التصـرف في رقبـته على مصـرف مُباح
“ Menahan harta
yang dapat diambil manfaatnya dengan tetap utuhnya barang, dan barang itu lepas
dari penguasaan si wakif serta dimanfaatkan
pada
sesuatu yang daperbolehkan oleh agama.”
Dalam
al-Umm sendiri Imam Syafi’i berpendapat bahwa wakaf itu boleh untuk setiap
perkara yang memeberikan manfaat selamanya ( kekal manfaatnya ). Selain itu,
wakaf adalah suatu pemberian yang sempurna hanya dengan perkataan yang memberi
saja tanpa adanya penerimaan dari yang diberi, dan tidak boleh si pemberi
memilikinya dengan cara apapun, dan penberian itu harus untuk kebajikan.
b. Dasar
Hukum Wakaf
1.
Firman Allah SWT:
لن
تنال البـر حتى تُـنفقـوا ممـا تُـحبّـوا من شيء فإن الله به عليم.
“
Kamu sekali-kali tidak akan sampai pada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai”.(Q.S. Ali Imran :92)
Kendatipun
dalam al-Qur’an tidak dijelaskan secara terperinci dan spesifik, akan tetapi
terdapat dasar wakaf dalam hadits Nabi saw:
2.
Diriwayatkan dari ibn
Umar r.a
عن
ابن عمر رضي الله عنهما قال أصاب عُـمر بخَـيبر أرضا فأتى ص م. فقال أصبت ارضا لم أصب
مالا قط أنفس منه فكيف تأمرني به قال إن شئتَ حبسـت أصلها تـصـدقت بها فتصـدق عُـمر
أنهُ لا يباع أصلها ولا يُـوهب ولا يورث في الفُـقراء والقـربى وفي سبيل الله والضّـيف
وابن السبيل ولاجـناح على من وليها أن يأكل منها بالمعـروف أو يُـطعمَ صديقا غـيرُ
متمـوّل فيه.
“
Dari Ibn Umar r.a berkata, bahwa sahabat Umar r.a memperoleh sebidang tanah di
khaibar, kemudian ia menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar
berkata: ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum
pernah mendapatkan harta sbaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan
kepadaku? Rasulullah menjawab: bila kamu suka,kamu tahan (pokoknya)tanah itu,
dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan sadaqah, tidak dijual,
tidak pula dihibahkan dan juga tidak diwariskan. Berkata ibn Umar: Umar
menyedekahkannya kepada orang-orangfakir, kaum kerabat, budak belian,
sabilillah, ibn sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang
menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) memakan dari hasilnya dengan cara yang
baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta (H.R.Muslim)
3.
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah
عن
أبي هـريرو ر.ض قال أن رسول الله ص.م قال: إذا مات ابن أدم إنقـطع عمـله إلا من ثـلاث
: صـدقه جارية أو علم يُـتفع به أو ولد صالح يدعــوله.
“
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: sesungguhnya Nabi SaW bersabda: apabila anak
manusia meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu
sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang berdo’a untuk orang
tuanya.”(HR. Muslim)
c. Rukun
Dan Syarat Wakaf
1.
Wakif (orang yang
mewakafkan)
Seorang wakif
disyaratkan ia adalah orang yang mempunyai kecakapan dalam membelanjakan
hartanya, kecakapan bertindak dalamhal ini meliputi empat kriteria, yaitu:
a) Dewasa
(baligh), sehingga wakaf yang dilakukan anak kecil yang belum dewasa/ baligh
hukumnya tidak sah, karena ia dipandang tidak cakap melakukan akad dan tidak cakap
pula untuk menggunakan hak miliknya.
b) Berakal
sehat atau sempurna, artinya sehat rohaninya dan tidak dalam terpaksa atau
dalam kesdaan dimana jiwanya tertekan. Selain itu wakaf yang dilakukan orang
gila tidak sah hukumnya, sebab ia tidak sempurna akal, tidak mumayyiz dan tidak
cakap melakukan akad serta tindakan lainnya. Demikian pula wakaf orang yang lemah
mental (idiot).
c) Merdeka,
sehingga budak/ hamba sahaya tidak sah ketika melakukan wakaf. Karena wakaf
ada;ah menggugurksn hak milik dengan cara memberikan hak milik itu kepada orang
lain. Sedang hamba sahaya tidak mempunyai hak milik, dirinya dan apa yang
dimiliki adalah kepunyaan tuannya.
d) Tidak
berada di bawah pengampuan, baik karena boros atau lalai. Karena orang yang
berada di bawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk berbuta kebaikan
(tabarru’), maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah.
2.
Mauquf (benda yang
diwakafkan)
Syarat- syarat
benda yang diwakafkan adalah:
a) Benda-benda
yang diwakafkan harus benar-benar kepunyaan wakif dan bebas dari segala beban
b) Harta
yang diwakafkan itu haruslah jelas (nyata), dan dapat dipindah kepemilikannya,
karena pada dasarnya wakaf merupakan pengalihan kepemilikan dari si wakif
kepada maiquf ‘alaihi. Oleh karena itu, tidak sah wakaf barang atau benda yang
tidak dapat dimiliki dan tidak dapat dipindahtangankan kepemilikannya seperti,
udara, cahaya dan lain-lain.
c) Harta
wakaf tidak boleh dipindah tangankan untuk kepentingan yang bertentangan dengan
wakaf itu sendiri.
d) Benda/
barang yang diwakafkan haruslah barang yang kekal manfaatnya, sehingga tidak
sah mewakafkan barang yang tidak kekal manfaatnya, seperti makanan, minuman dan
uang, karena pda dasarnya, wakaf itu diambil manfaatnya saja, sedang barang /
bendanya tetap utuh. Maka tidak sah mewakafkan apa yang rusak dengan
manfaatnya, seperti uang, lilin, makanan dan inuman. Sebab dalam uang, Imam
Syafi’i pada prinsipnya melihat uang sebagai alat tukar, bukan komoditas,
sehungga tidak boleh dujadikan sebagai mauquf.
Dalam
masalah benda yang diwakafkan ini, Imam Syafi’i juga menjelaskan bahwa, tidak
boleh bagi pemiliknya mengambil kembali dalam keadaan apapun. Sebagaimana tidak
boleh bagi orang yang meyrahkan kepada jalan kebajikan hasilnya, menjual
pokoknya, dan tidak boleh mewariskannya. Sehingga dapat dikatakan harta wakaf
ini berbeda dengan harta lainnya. Karena setiap harta yang lainnya itu keluar
dari pemiliknya kepada pemilik lain. Maka pemillik yang baru itu memilikinya,
menjualnya dan menghibahkannya.
3.
Muquf ‘Alaihi (orang
yang menerima wakaf)
Mauquf ‘Alaihi adalah tujuan atau sasaran yang
berhak menerima hasil atau manfaat wakaf. Syarat dari tujuan wakaf haruslah
sejalan (tidak bertentangan) dengan nilai- nilai ibadah, sebab wakaf merupakan
salah satu amalan shodaqah, dan shadaqah merupakan salah perbuatan ibadah, maka
tujuan wakaf harus yang termasuk kategori ibadah atau sekurang-kurangnya adalah
merupakan perkara-perkara mubah menurut agama islam, yakni yang dapat menjadi
sarana ibadah dalam arti luas.
a) Nadzir
yang telah ditentukan, yaitu nadzir yang ditunjuk langsung oleh si wakif ketika
menyatakan ikrar wakaf untuk mengelolah wakafnya sesuai dengan tujuan atau
keinginan si wakif. Nadzir yang telah ditentukan ini disyaratkan dapat menerima
kepemilikan, dengan demikian, orang yang tidak memiliki hak kepemilikan tidak
dapat menjadi nadzir, seperti anak- anak, orang yang di bawah pengampuan.
b) Nadzir
yang tidak ditentukan, biasanya akaf dalam hal iniadalah wakaf untuk
kepentingan umum tanpa terkecuali, seperti wakaf masjid, tanah untuk jalan,
kuburan dan lain-lain.
4.
sighat wakaf
Sighat adalah
pernyatan pemberi wakaf, baik dengan ucapan, tulisan maupun isyarat. Imam
Syafi’i berpendapat bahwa, perbuatan saja tidak cukup, bahkan tidak akan
menjadi wakaf kecuali bila disertai dengan ucapan. Akan tetapi dalam kasus
wakaf masjid, bila seseorang yang memiliki masjid dan mengijinkan orang atau
pihak lain melakukan shalat di masjid tersebut, tidaklah otomatis masjid itu
berstatus wakaf. Perkataan wakaf harus menggunakan kata-kata yang jelas seperti
ucapan-ucapan tersebut sudah populer, seperti yang digunakan di zaman Nabi SAW,
habs al-Asl wa sabl- al-Samrah. Adapun ungkapan yang samar-samar alias kinayah,
maka wakafnya tidak sah menurut hukum kecuali jika diikuti dengan kata- kata
lain yang lebih menjelaskanya, sehingga niat wakaf itu jelas. Ungkapan yang
dimaksud seperti: tasaddaqtu sadaqqatan mawaqufan, yang berarti: aku sadaqahkan
suatu sadaqah dalam bentuk wakaf.
a) Sighat
harus terjadi seketika, yaitu ketika ia sedang mewakafkan barangnya, artinya
ddengan sighat itu maka wakaf itu terlaksana.
b) Tidak
diikuti syarat yang batil.
c) Sighat
tidak diikuti pembatasan waktu tertentu.
d) Tidak
mengandung suatu pengertian untuk mencabut kembali wakaf yang sudah dilakukan.
d. Kedudukan
Harta Wakaf
Habs, artinya
penahanan harta, waqf artinya penghentian harta. Kedua istilah ini digunakan
dalam wakaf. Dipakai dua istilah tersebut karena harta wakaf adalah harta yang
tertahan dan terhenti, tidak boleh dijual, dihibahkan, diwariskan dan tidak
kembali lagi kepada pemiliknya yang pertama, dan mengalir terus pahalanya,
sebab itu dinamakan sadaqah jariyah. Dari itulah wakaf harus barang yang tahan
lama, tidak habis dengan dimanfaatkan, seperti makanan, minuman dan sebagainya.
Imam
Syafi’i menamakan wakaf dengan istilah al-Sadaqah, al-al-Sadaqah al-Muharramat,
atau al-Sadaqah al-Muharramat al-Mauqufat,sadaqah wakaf bolehapabila orang yang
sadaqah itu sehat dan cukup dari hartanya. Kalau ia sakit, maka tidak
diperbolehkan selain sepertiga, apabila ia meninggal dari sakitnya itu,sadaqah
itu ditahan pokoknya dan diserahkan kepada jalan kebajikan hasilnya.
Adapun yang
dimaksud sadaqah muharramat, sebagaimana diterangkan, arti harfiyahnya aadalah
sadaqag yang diharankan. Maksudnya diharamkan untuk dimiliki kembali oleh orang
yang bersadaqah atau disadaqahkan lagi kepada orang lain. Akan tetapi, harus
tetap ada pada orang yang telah disadaqahkan itu, itulah sadaqah wakaf. Arti
wakaf adalah tetap berhenti pada orang yang diwakafi, sehingga wakaf itu
dinamakan sadaqah jariyah, artinya tetap mengalir pahalanya.Dari itulah, wakaf
harus barang tetap, seperti rumah, tanah dan lain-lain.
Sejalan dengan
kedudukannya, maka dapat disimpulkan bahwa hata wakaf terpepas dari hak milik
si wakif, dan tidak pula pinah menjadi milk orang-orang atau badan-badan yang
menjadi tujuan wakaf. Menurut Imam Syafi’i, harta wakaf bukan lagi menjadi
milik orang yang mewakafkan, melainkan
berpindah menjadi milk Allah. Kalau seseorang mewakafkan hartanya,
berarti menahan harta tersebut untuk alama-lamanya. Oleh karena itu pula harta
merupakan harta yang mempunyai manfaat lama, tidak habis dengan dimanfaatkan.
Alasan
yang dipegang oleh Imam Syafi’i ialah hadits yang diriwayatkan dari Ibn Khatab
tentang tanah Khaibarr, yaitu sabda Nabi:”Kalau kamu mau tahanlah harta
aslanya, dan sedekahkan kan sebidang thasilnya, maka Umar pun mensedekahkan
dengan tidak menjualnya, tidak memeberikannya dan mewariskannya.”
Maksud
dari menahan pokoknya ialah pokok atau wijud dri harta tersebut dan
mengeluarkan hasilnya atau manfaatnya kepada jalan kebajikan. Maka yang
demikian itu meninjukkan bahwa belau membolehkan dikeluarkannya oleh pemilik
harta dari miliknya dengan syarat bahwa harta itu ditahan ( diwakafkan ), tidak
boleh bagi pemiliknya menjualanya, menghibahkannya, mewariskannya dan
mengambilnya kembali dengan keadaan apapun.
e. Pengelolahan
Dan Penggunaan Harta Wakaf
Dalam rangka mengekalkan benda / barang wakaf, maka
diperlukan pengelolahan dan pengginaan
terhadap barang tersebut, agar barang tersebut dapat bermanfaat sampai akhir
kelak. Pengelolahan ada dua:
1.
Wakaf yang disampaikan
pada nadzir yang telah ditentukan
Terhadap
wakaf ini, pengelolahan harta wakaf diserahkan sepenuhnya kepada nadzir yang
ditunjuk oleh si wakif, sehingga si wakif sudah tidak mempunyai tanggungan
lagi. Nadzir sebagai pengelolah dan pemelihara harta wakaf harus dapat
mengelolanya sesuai dengan tujuan wakaf. Nadzir ini bisa berupa prorangan atau
kelopok orang ssuai dengan apa yang dikatakan si wakif.
2.
Wakaf yang disampaikan
pada nadzir yang tidak ditentikan
Terhadap
wakaf ini pengelolahan harta / benda wakaf tetap dilakukan oleh si wakif, dan
hasilnya diserahkan untuk kepentingan ibadah atau kepentingan umum lainnya. Si
wakif mengelolah dan memelihara harta wakaf ini sampai meninggal dunia, dan
selanjutnya diteruskan oleh orang yang diberi wasiat untuk mengelolahnya. Dan
harta / bendawakaf hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan yang sesuai
dengan ajaran islam, sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan maksiat.
3.
Wakaf tunai
Sebagaimana
yang telah dijelaskan bahwa prasyarat utama wakaf adalah terletak pada keutuhan
barang ( baqa’ ‘ainiha ) agar manfaatnya bisa berlangsung terus menerus, hal
ini berdasarkan pada hadits dari Ibn Umar:
عن
ابن عمر رضي الله عنهما قال أصاب عُـمر بخَـيبر أرضا فأتى ص م. فقال أصبت ارضا لم أصب
مالا قط أنفس منه فكيف تأمرني به قال إن شئتَ حبسـت أصلها تـصـدقت بها فتصـدق عُـمر
أنهُ لا يباع أصلها ولا يُـوهب ولا يورث في الفُـقراء والقـربى وفي سبيل الله والضّـيف
وابن السبيل ولاجـناح على من وليها أن يأكل منها بالمعـروف أو يُـطعمَ صديقا غـيرُ
متمـوّل فيه
“Dari
Ibn Umar r.a berkata, bahwa sahabat Umar r.a, mempunyai sebidang tanah di
Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar
berkata: ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum
pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan
kepadaku? Rasulullah menjawab: bila engkau suka, kamu tahan (pokoknya) tanah
itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan sadaqah, tidak
dijual, tidak pula dihibahkan dan diwariskan. Sedang manfaat benda itu diberikan
pada fuqaha’, sanak kerabat, hamba sahaya, sabilillah, tamu dan musafir. Dan
tidak dosa bagi yang mengurusi harta tersebut makan secara wajar atau memberi
makan pada temannya dengan tidak bermaksud memilikinya.”
Hadits tentang
sahabat Umar itulah yang digunakan dasr oleh Imam Syafi’i, sehingga beliau
menyatakan bahwa wakaf uang hukumnya tidak sah. Imam Syafi’i tidak isa menerima
kehadidran wakaf uang sebagaimana minyak wangi, liin dan makanan karena manfaat
maqsudahnya akan berakibat padad hanurnya ‘ain (eksistensi), sementara
hancurnya ‘ain akan menghilangjan kelanggengan pahala yang menjadi tujuan
utama wakaf.
Dalam pandangan
beliau, uang itu berfungsi sebagai alat tukar, bukan komoditas, sehingga tidak
boleh menjadikannya sebagai mauquf. Selain sebagai alat tukar, sesungguhnya
mata uang bisa bermanfaat sebagai modal usaha. Akan tetapi, hal ini bukanlah
maksud utama sebuah mata uang (ghair al-manfa’ah al-maqsudah), sehingga hal ini
tidak bisa dijadikan alasan untuk memperbolehkan wakaf uang.
Shams al-Din
al-Ramli dalam bukunya mengatakan bahwa persyaratan utama qakaf adalah dawam al-intifa’
ma’a baqa’ ‘ainiha (terus berlangsungnya manfaat suatu barang dan wujud barang
itu masih ada). Akad ijarah dimana kepemilikan barang tetap berada di tangan
pemilik sedangkan manfaat berada di tangan penyewa dipilih sebagai alat ukur
pemanfaatan barang wakaf (intifa’ al-mauquf bihi), karena akad ini dipandang
dapat mengaplikasukan persyaratan wakaf, kepemilikan di tangan Allah tapi
manfaat untuk kepentingan umum.
Karena
itu, dalam konteks wakaf uang beliau men-tarjih bahwa, jika uang yang dimakasud
adalah (dinar/dirham) tersebut disepuh menjadi perhiasan, lalu perhiasan itu
disewakan, maka wakafnya sah karena pemanfaatan oerhiasan termasuk kategori
manfa’ah maqsudah. Tapi jika uangnya dipajang begitu saja, walaupun untuk
aksesoris atau diinvestasikan,wakafnya tidak sah karena sudah keluar dai fungsi
utamanya sebagai alat tukar (ghair manfa’ah maqsudah).
C. Wakaf
Kontemporer
a. Menurut
Ulama Kontemporer
Pakar kontemporer yang merumuskan pengertian wakaf
antara lain sebagai berikut:
1. Muhammad
Abu Zahrah. Menurutnya wakaf adalah mencegah tindakan hukum terhadap harta
benda dengan mengelolanya agar menghasilkan manfaat yang disalurkan untuk
kebaikan, sementara bendanya tetap lestari (Zahrah, 1971: 5).
2. As-Sayyid
Sabiq mendefinisikan wakaf sebagai perbuatan ”menahan pokok harta dan
mengalirkan manfaatnya atau menahan harta dan mendistribusikan manfaatnya di
jalan Allah (Sabiq, 1983/I: 378)
3. Muhammad
Azhar Basyir yang mendefinisikan wakaf sebagai tindakan menahan harta yang
dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah
serta dimaksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah swt (Basyir, 1987: 5).
4. Ahmad
Muhammad Abdul’Azim Jamal, definisi wakaf adalah menahan pokok harta,
mengalirkan manfaatnya untuk kebaikan atau mendistribusikan hasilnya untuk
mendekatkan diri kepada Allah (Jamal, 2007: 15).
5. Ahmad
Ibrahim Beik menyatakan bahwa wakaf adalah kesengajaan pemilik harta yang
bermanfaat untuk menyalurkan manfaatnya untuk kebaikan sebagai perbuatan
mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala (Ibrahim Beik, 2009: 9)
b. Bentuk-Bentuk
Pengembangan Harta Wakaf Pada Masa Kontemporer.
Dalam hukum
Islam, wakaf tidak terbatas pada benda tidak bergerak tetapi juga benda bergerak
termasuk uang. Di beberapa negara seperti Mesir, Yordania, Saudi Arabia, Turki,
Kuwait, wakaf selain berupa sarana dan prasarana ibadah dan pendidikan juga
berupa tanah pertanian, perkebunan, flat, hotel, pusat perbelanjaan, uang,
saham, real estate dan lain-lain yang semuanya dikelola secara produktif.
Dengan demikian hasilnya benar-benar dapat dipergunakan untuk mewujudkan
kesejahteraan umat. Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah berperan sangat
penting dalam pengembangan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan
masyarakat Islam serta telah menfasilitasi sarjana dan mahasiswa dengan sarana
dan prasarana yang memadai yang memungkinkan mereka melakukan berbagai kegiatan
seperti riset dan menyelesaikan studi mereka. Cukup banyak program-program yang
didanai dari hasil wakaf seperti penulisan buku, penerjemahan dan
kegiatan-kegiatan ilmiah dalam berbagai bidang termasuk bidang kesehatan. Wakaf
tidak hanya mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga menyediakan
berbagai fasilitas yang diperlukan mahasiswa maupun masyarakat. Sebagai contoh
misalnya di bidang kesehatan, lembaga wakaf juga menyediakan
fasilitas-fasilitas untuk meningkatan kesehatan masyarakat dan fasilitas
pendidikan dengan pembangunan rumah sakit, sekolah medis, dan pembangunan
industri obat-obatan serta kimia.
Pada saat ini,
di Indonesia sedang dilakukan sosialisasi wakaf uang. Di negara lain seperti
Turki, Kuwait, Bangladesh sudah cukup lama dikembangkan, sehingga dapat
mengembangkan harta benda wakaf yang lain. Hasil pengelolaan wakaf di
negara-negara tersebut sangat membantu menyelesaikan berbagai masalah umat,
khususnya masalah sosial dan ekonomi masyarakat. Wakaf uang sebenarnya sudah
dikenal oleh para ulama klasik.
Ulama yang
membolehkan wakaf uang berpendapat, bahwa uang dapat diwakafkan asalkan uang
tersebut diinvestasikan dalam usaha bagi hasil (mudlarabah), kemudian
keuntungannya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Dengan demikian uang yang
diwakafkan tetap, sedangkan yang disampaikan kepada mauquf ‘alaih adalah hasil
pengembangan wakaf uang itu. Pada saat ini sudah cukup banyak bermunculan
bentuk baru pengelolaan wakaf uang. Munculnya bentuk-bentuk pengelolaan wakaf
uang tersebut tidak terlepas dari munculnya berbagai bentuk investasi dan
berbagai cara dalam pengelolaan ekonomi. Salah satu bentuk baru dalam
pengelolaan wakaf uang adalah wakaf uang yang dikelola oleh perusahaan
investasi. Biasanya wakaf uang di sini dikelola atas asas mudlarabah. Dalam hal
ini uang diserahkan kepada badan atau yayasan yang menerima pinjaman usaha bagi
hasil atau kepada yayasan yang dikelola oleh pengelola sewaan, sedangkan
hasilnya diberikan kepada mauquf ‘alaih sebagai amal kebaikan sesuai dengan
tujuan wakaf.
Sebagaimana
sudah diketahui bersama, agar wakaf dapat mewujudkan kesejahteraan umat, maka
wakaf harus dikelola secara produktif oleh nazhir yang profesional. Untuk
menacapai tujuan tersebut masing-masing negara memiliki kebijakan sendiri. Ada
negara yang mengelola wakaf secara langsung, ada yang negara yang wakafnya
dikelola oleh suatu badan atau lembaga wakaf (swasta), ada negara yang wakafnya
dikelola oleh nazhir perorangan yang ditentukan dan diawasi oleh Hakim, dan ada
pula negara yang wakafnya dikelola oleh tiga unsur sekaligus yakni negara,
badan hukum/organisasi, maupun perorangan.
Pada saat ini
ada beberapa negara khususnya negara Islam atau negara yang penduduknya
mayoritas beragama Islam sengaja membentuk Kementerian Wakaf dan Lembaga Wakaf
Daerah. Kedua lembaga pemerintahan ini mengelola semua jenis wakaf, baik wakaf
benda bergerak maupun benda tidak bergerak termasuk uang, wakaf mesjid dan
tempat kegiatan ibadah lainnya. Dalam praktiknya, pemerintah menguasai
pengelolaan wakaf, dan pemerintah menghalangi pengangkatan nazhir wakaf selain
dari lembaga resmi yang dibentuk oleh pemerintah, kondisi semacam ini terjadi
di Syria. Ciri khas lembaga pemerintah ini biasanya menggunakan sistem
sentralisasi yang ketat, di mana wakaf produktif juga dikelola oleh Kementerian
Wakaf atau Kantor Pusat (Monzer Kahf, 2005: 296-297).
Adapun contoh
wakaf yang dikelola oleh swasta independen adalah wakaf di Aljazair. Dalam
Undang-undang Wakaf di Aljazair terang-terangan dinyatakan bahwa yang menjadi
nazhir wakaf adalah Lembaga Wakaf (swasta independen). Yang dimaksud dengan
kepengurusan wakaf swasta independen adalah kepengurusan yang dibentuk oleh
wali wakaf atau nazhirnya saja dan berdiri secara independen tanpa campur
tangan pemerintah, baik wakaf itu terbentuk sebagai wakaf yang jelas di negara
yang membolehkan adanya para nazhir maupun yang terbentuk sebagai organisasi
sosial dan lain sebagainya. Disebut kepengurusan swasta karena setiap nazhir
mengurus wakaf terpisah dari lainnya, sehingga harta wakaf tidak bercampur
antara satu wakaf dengan wakaf lainnya. Yang termasuk dalam kategori kepengurusan
swasta ini adalah wakaf yang dikelola oleh organisasi sosial kemasyarakatan,
baik berupa organisasi keagamaan, sosial, olah raga atau yang lainnya yang
berupa badan hukum dan berdiri secara independen serta beban keuangan yang
independen pula (Monzer Kahf, 2005: 304).
Sedangkan nazhir
perorangan adalah nazhir yang ditentukan dan diawasi oleh para hakim atau
mahkamah. Nazhir semacam ini masih cukup banyak di sebagian negara Islam atau
negara yang penduduknya beragama Islam. Pada umumnya wakaf yang dikelola oleh
nazhir perorangan tidak dapat berkembang secara produktif, karena di samping
pengetahuannya terbatas, sedikit di antara para hakim yang mempunyai pengalaman
yang layak dalam mengawasi dan mengelola wakaf, apalagi para hakim juga tidak
mempunyai pengetahuan tentang kelayakan para nazhir. Oleh karena itu pengawasan
mereka terhadap nazhir juga tidak efektif, hal ini menyebabkan tidak dapat
berfungsinya wakaf secara optimal (Monzer Kahf, 2005: 306).
Adapun bentuk
pengembangan wakaf yang terjadi akhir-akhir ini sangat bermacam-macam sesuai
dengan benda yang diwakafkan. Sebagaimana sudah penulis kemukakan bahwa harta
benda yang diwakafkan meliputi benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda
tidak bergerak anatara lain meliputi tanah, bangunan di atas tanah, tanaman dan
benda lain yang berkaitan dengan tanah, dan benda lain sesuai dengan ketentuan
syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara yang
bersangkutan. Adapun benda bergerak yang boleh diwakafkan antara lain uang,
logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan
benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di negara yang bersangkutan.
Pada dasarnya
semua wakaf harus dikembangkan secara produktif, namun pengembangannya tentu
disesuaikan dengan benda yang diwakafkan dan peruntukannya. Dalam kaitannya
dengan pengembangan wakaf ini penulis ambil contoh di Sudan dan Kuwait. Untuk
mengembangkan wakaf, di Sudan dibentuk Badan Wakaf yang bekerja tanpa ada
keterikatan secara birokratis dengan Kementerian Wakaf. Badan Wakaf Sudan ini
mengurusi wakaf yang belum tertib dan mengawasi jalannya pengelolaan wakaf dan
menyerahkan wewenang sepenuhnya kepada nazhir (Monzer Kahf, 2005: 308). Yang
perlu diperhatikan dalam praktik perwakafan di Sudan adalah berdirinya badan
wakaf yang menggunakan sistem manajemen yang sesuai dengan kondisi perwakafan
di Sudan. Tugas utama Badan Wakaf Sudan adalah (a) menggalakkan wakaf baru, dan
(b) meningkatkan pengembangan harta wakaf produktif. Untuk menggalakkan wakaf
baru, Badan Wakaf Sudan membuat produksi dan investasi proyek-proyek wakaf yang
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan umum. Di antara proyek
tersebut antara lain adalah proyek wakaf pembangunan asrama mahasiswa; proyek
wakaf pembangunan rumah sakit; proyek pembangunan pasar sebagai pusat
perdagangan, dan lain-lain. Di samping itu Badan Wakaf Sudan juga mempunyai
proyek wakaf yang disebut Lembaga Dana Sosial yang bertujuan menggalang dana
wakaf umum untuk diinvestasikan pada pasar uang dan properti, serta menyalurkan
hasilnya untuk berbagai tujuan kebaikan sesuai yang ditentukan program tahunan
dan anggaran tahunan Badan Wakaf. Adapun garapan Badan Wakaf Sudan yang kedua
adalah mengelola dan melakukan investasi wakaf lama yang ada di tengah-tengah
masyarakat Sudan. Untuk wakaf yang jelas akte dan memenuhi syarat termasuk
jelas nadzirnya, Badan Wakaf hanya membantu nazhir dalam mengembangkan harta
wakaf, dan bila perlu memberi bantuan dana kepada wakaf yang ada, tetapi
terhadap wakaf yang belum ada aktenya dan syarat-syaratnya juga tidak jelas,
Badan Wakaf mengurusnya dan menjadikan dirinya sebagai nazhir untuk
mengembangkan harta wakaf tersebut, dan mengelola secara produktif untuk
disalurkan hasilnya kepada mereka yang berhak. Untuk mengembangkan wakaf
tersebut Badan Wakaf mendirikan beberapa perusahaan, antara lain Perusahaan
Kontraktor. Perusahaan ini bertujuan melakukan rehabilitasi bangunan serta
membuat perencanaan bangunan dan penyelesaiannya. Selain itu Badan Wakaf
mendirikan bank untuk membantu proyek pengembangan wakaf, dan juga mendirikan
perusahaan pengembangan bisnis dan industri (Monzer Kahf, 2005: 312). Dengan
program seperti ini jelas wakaf yang sudah ada terkelola dengan baik, dan yang
wakaf barupun dapat digerakkan dan dikembangkan.
Beberapa tahun
yang lalu, tepatnya pada tahun 1993 Kementerian Wakaf Kuwait melakukan
penertiban terhadap semua wakaf yang ada. Kementerian Wakaf sengaja membentuk
semacam perserikatan wakaf yang merupakan lembaga pemerintah yang berdiri
secara independen dalam mengambil keputusan, walaupun secara administrasi
lembaga tersebut bekerja berdasarkan peraturan pemerintah. Lembaga Wakaf ini
mempunyai strategi kerja yang mengacu pada dua hal, yang keduanya bertujuan
untuk melaksanakan wakaf secara efektif. Pertama, Lembaga Wakaf mengembangkan
harta wakaf yang sudah ada di Kuwait melalui berbagai saluran investasi, dan
membagikan hasilnya sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh Wakif. Sedangkan
yang kedua, Lembaga Wakaf membuat jaringan dan program untuk menggalakkan wakaf
baru. Untuk itu Lembaga tersebut melakukan kampanye gerakan wakaf dengan tujuan
mengajak masyarakat berwakaf dan melakukan penyuluhan pemanfaatan wakaf untuk
pembangunan masyarakat di bidang peradaban, pendidikan dan sosial. Dalam
melaksanakan tugasnya, Lembaga Wakaf ini menggunakan sistem kerja terstruktur
berdasarkan bidang dan spesialisasi masing-masing, namun tetap untuk mencapai
tujuan yang sama dalam memanaj semua harta wakaf. Maka untuk merealisasikan
tujuan dari pembentukan Lembaga Wakaf ini, dibentuk dua bagian utama, yaitu”
1. Bagian
investasi dan pengembangan harta wakaf lama dan baru dan pencapaian
hasil-hasilnya.
2. Bagian
penyaluran hasil-hasil wakaf yang ada sesuai dengan tujuannya masing-masing dan
melakukan kampanye pembentukan wakaf baru yang dapat memberi pelayanan kepada
masyarakat berdasarkan prioritas dan tingkat kebutuhannya.
Sistem kerja
terstruktur tersebut telah membentuk dua bagian penting dalam lembaga wakaf,
yaitu bagian investasi yang terdiri dari beberapa bagian, misalnya bagian
investasi bidang properti dan non properti, bagian dana dan proyek yang terdiri
dari beberapa saluran dana dan proyek yang diperlukan dalam masyarakat. Bagian
investasi dalam lembaga wakaf ini secara khusus menangani investasi harta wakaf
dan mengembangkannya, serta mengoptimalkan pelaksanaannya untuk meningkatkan
hasil-hasilnya. Strategi investasi pada bagian investasi bersandar pada sistem
terstruktur yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan spesialisasi dan bidangnya
masing-masing. Bidang investasi properti dan non properti, masing-masing
mempunyai kantor sendiri, tetapi semua bagian nenjalin kerjasama antara satu
dengan lainnya dalam rangka menjaga kelancaran dan pelaksanaan investasi ideal
yang meliputi semua jenis investasi dengan resiko yang kecil, dan secara
geografis kawasan investasi mudah melakukan distribusi.
Investasi ini
ada kalanya di bidang properti, keuangan maupun jasa. Dengan demikian Lembaga
Wakaf di Kuwait telah memberi kontribusi yang sangat besar dalam membuat
berbagai kawasan investasi keuangan yang semuanya terikat dengan hukum
syari’ah, dan telah diagendakan untuk jangka pendek, menengah dan jangka
panjang. Untuk menangani hal-hal di atas, Lembaga Wakaf juga telah membentuk
bagian investasi yang secara khusus menangani bidang investasi keuangan. Dengan
adanya sistem manajemen investasi, Lembaga Wakaf telah membentuk perusahaan
manajemen properti, dimana semua pengelola harta properti wakaf menyatu di
perusahaan tersebut (Monzer Kahf, 2005: 313-315).
Selain
Sudan dan Kuwait, beberapa negara seperti Mesir, Turki, Yordania, Bangladesh
juga sudah mengelola wakaf mereka secara produktif. Di samping itu di
negara-negara tersebut wakaf juga sudah diatur dengan peraturan
perundang-undangan yang memadai. Dengan demikian wakaf dapat berkembang secara
produktif, dan sudah berperan untuk mengurangi permasalahan kemiskinan dan
masalah-masalah sosial lainnya. Di Indonesia, alhamdulillah pada saat ini
konsepsi fikih wakaf dan pengelolaannya juga sudah dikembangkan, dan sudah
dituangkan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Æ Wakaf
adalah menahan harta yang diberikan Allah yang dikelola oleh suatu lembaga dan
hal tersebut sangat dianjurkan oleh ajaran Islam karena sebagai saran
mendekatkan diri kepada Allah yang ganjarannya terbawa sampai si pewakaf
meninggal dunia.
Æ Rukun
wakaf adalah : Pewakaf (wakif) adalah
Orang yang mewakafkan hartanya, Harta yang Diwakafkan (Mauquf), Tujuan
Wakaf (Mauquf ‘alaih) dan yang terakhir adalah Lafal atau pernyataan (sighat)
wakif contoh sighat : “saya wakafkan tanah milik saya seluas 200 meter persegi
ini, agar dibangun Masjid di atasnya”.
Æ Rukun
dan syarat wakaf
o Wakif
(orang yang mewakafkan)
o Mauquf
(benda yang diwakafkan)
o Muquf
‘Alaihi (orang yang menerima wakaf)
o sighat
wakaf
Æ Pakar kontemporer yang merumuskan pengertian wakaf
antara lain, Muhammad Abu Zahrah. Menurutnya wakaf adalah mencegah tindakan
hukum terhadap harta benda dengan mengelolanya agar menghasilkan manfaat yang
disalurkan untuk kebaikan, sementara bendanya tetap lestari (Zahrah, 1971: 5).
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, Khurshid (ed.), Pesan Islam,
diterjemahkan oleh Achsin Muhammad, Bandung: Pustaka, 1983.
Ali,
M. D. (1988). Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI-Press.
Amin, M., Sam, M. I., AF., H.,
Hasanuddin, & Sholeh, A. N. (2011). Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
sejak 1975. Jakarta: Erlangga.
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Islam
tentang Wakaf, Ijarah dan Syirkah, Bandung: Al-Ma’arif, 1987.
Jumhuriyyah Misr al-‘Arabiyyah,
Qawanin al-Auqaf wa al-Hikr wa Qararat al-Tanfiziyyah, Cayro: Al-Haiah
al-‘Ammah li Syuun al-Matabi al-Amiriyyah, 1993.
Kahaf, Mundzir, Manajemen Wakaf
Produktif, diterjemahkan oleh Muhyiddin Mas Rida, Jakarta: Khalifa (Pustaka
al-Kautsar Grup, 2005.
Khallaf,
Abdul Wahhab, Ahkam al-Waqf, Mesir: Mathba’ah al-Misr, 1951.
Kubaisyi, Muhammad ‘Ubaid
‘Abdullah, Ahkam al-Waqf fi Syari’at al-Islamiyyah, Jilid II, Baghdad:
Mathba’ah al-Irsyad, 1977
Mahfud,
R. (2010). Al-Islam. Jakarta: Erlangga.
Manna, M. A., “Cash-Waqf
Certificate Global Apportunities for Developing The Social Capital Market in 21
-Century Voluntary Sector Banking”, di Dalam Harvard Islamic Finance
Information Program-Center for Middle Eastern Studies, Proceedings of The Third
Harvard University Forum on Islamic Finance, Cambridge: Harvard University,
1999.
Suryana, A. T., Alba, C.,
Syamsudin, E., & Asiyah, U. (1996). Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan
Tinggi. Bandung: Tiga Mutiara.
Syamsuri.
(2004). Pendidika Agama Islam. Jakarta: Erlangga.
Zuhaily,
Wahbah, Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Mesir: Dar al-Fikri, t.t. Juz VIII.
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.