BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi
islam sebenarnya bukan ilmu yang baru tapi sudah ada sejak keberadaan islam itu
sendiri. Hal ini tersirat dari beberapa aturan islam yang terdapat dalam
Al-Qur’an maupun hadist yang memberi tuntunan dan acuan untuk menyikapi masalah
ekonomi yang terjadi.
Sistem
ekonomi Islam selain mengakui adanya kebebasan penggunaan dan pengelolaan
sumber daya, namun kebebasan itu tidak mutlak. Hak pribadi tertentu dalam
menggunakan sumber daya terbatas penggunaannya sebagai bagian kemaslahatan
masyarakat. Sistem ini memandang ada hak
sosial yang melekat pada kepemilikan invidu. Individu dihargai sepanjang
berkaitan erat dengan lingkungan masyarakat sebagai bagian tak terpisahkan dan
tak mengarah pada dimarginalkannya elemen yang lemah di masyarakat.
Munculnya
sistem ekonomi islam menjadi solusi yang tak terbantahkan dalam mengelola
masalah perekonomian. Prinsip-prinsip ekonomi berbasis syariat islam yang tidak
dimiliki ekonomi konvensional merupakan kunci keberhasilan dalam menghadapi
krisis ekonomi global. Sehingga lebih baik menerapkan sistem ekonomi islam
dalam kehidupan sehari-hari, karena kita akan lebih diuntungkan baik sebagai
produsen, distributor maupun konsumen.
B.
Rumusan
Masalah
Yang menjadi rumusan
masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
system ekonomi dalam islam ?
2. Bagaimana
sejarah akuntansi syariah ?
C.
Tujuan
penulisan
Berdasarkan rumusan
masalahnya, maka yang menjadi tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
system ekonomi dalam islam.
2. Memahami
sejarah akuntansi syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ekonomi Islam
Ekonomi
Islam dalam beberapa aspek dikatakan mirip dengan sistem pengaturan ekonomi
campuran. Tapi aspek tambahannya adalah pada mekanisme sistemnya yang
melibatkan peran pelaku ekonomi termasuk negara. Di lain pihak, secara
filosofis pada tataran para pelaku ekonomi secara individual dilandasi oleh
pertanggungjawabannya kepada Allah secara vertikal selain secara sosial dan
horizontal.[1]
Muhammad
Abdul Manan mendefinisikan bahwa: “Islamic
economic is a social science which studies the economics problems of a people
imbued with the value of Islam”.[2]
Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Sedangkan M. Umar Chapra
mengemukakan bahwa:
Islamic economics was
defined as that branch of knowledge which help realize human well-being through
an allocation and distribution of scarce resources that is in comfimity with
Islamic teaching without unduly curbing individual freedom or creating
continued macroeconomic and ecological imbalance.[3]
Ekonomi
Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan
manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada
dalam koridor yang mengacu pada pengajaranIslam tanpa memberikan kebebasan
individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa
keseimbangan lingkungan.
Berdasarkan
definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan
bahwa ekonomi islam adalah suatu ilmu pengetahuan yang berorientasi pada
keadilan dalam memperoleh sumber daya dan rizki yang disediakan oleh Allah di
muka bumi ini dengan pengaturan sesuai dengan nilai dan ajaran Islam bagi semua
pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung.
B.
Transaksi
Ekonomi Dalam Islam
a.
Jual
Beli
Jual beli ialah
persetujuan saling mengikat antara penjual yakni pihak yang menyerahkan atau
menjual barang dengan pembeli sebagai pihak yang membayar atau membeli barang
yang dijual.. Jual beli sebagai sarana tolong-menolong sesama manusia, di dalam
Islam mempunyai dasar hukum dari Al-Qur’an dan Hadist.[4]
1. Rukun
dan Syarat Jual Beli
Dalam Islam terdapat rukun syarat-syarat
yang harus terpenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam). Adapun
rukun jual beli dan syarat-syaratnya yaitu:
1) Orang
yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli)
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan
pembeli adalah:
a) Berakal,
jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.
b) Balig,
jual belinya anak kecil yang belum balig tidak sah, akan tetapi jika anak itu
sudah mamayyiz (mampu membedakan baik buruk), dibolehkan melakukan jual beli
terhadap barang-barang yang harganya murah, seperti permen, kue, dan kerupuk.
c) Berhak
menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak menggunakan (membelanjakan)
hartanya karena tuna grahita tidak sah jual belinya, harta milik orang tuna
grahita diurus oleh walinya yang balig dan berakal sehat serta jujur.
2) Sigat
atau ucapan ijab dan Kabul
Ulama fikih sepakat bahwa unsur utama
dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu
berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak
penjual) dan Kabul (dari pihak pembeli).
3) Barang
yang diperjualbelikan
Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi
syarat-syarat yang diharuskan, yaitu antara lain:
a) Barang
yang diperjualbelikan sesuatu yang halal.
b) Barang
itu ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
c) Barang
itu benar-benar ada di tempat atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat
lain, misalnya di gudang dan penjual bersedia mengambilnya bila transaksi jual
beli berlangsung.
d) Barang
itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaannya. Rasulullah SAW
bersabda: Tidak sah jual beli, kecuali pada suatu yang dimiliki (H.R Abu Daud
dan At-Tirmidzi).
e) Barang
itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas baik
zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya. Sesuatu yang belum
diketahui zat, bentuk, dan kadarnya dianggap tidak sah.[5]
2. Nilai
tukar barang yang dijual
Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual
adalah:
1) Harga
jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2) Nilai
tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun
secara hukum, misalnya pembayaran dengan menggunakan cek atau kartu kredit.
Jika harga barang dibayar dengan cara utang atau kredit, waktu pembayarannya
harus jelas.
3) Apabila
jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah, maka nilai tukarnya tidak
boleh dengan barang haram misalnya dengan babi dan khamar.
3. Macam-macam
Jual Beli
Jual beli dapat dilihat dari beberapa
sudut pandang, antara lain tinjau dari segi sah atau tidak sah dan terlarang
atau tidak terlarang.
1) Jual
beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun
dan syarat-syaratnya.
2) Jual
beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi
atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan
dengan ajaran Islam). Contoh jual beli jenis ini seperti:
a) Jual
beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai dan daging babi.
b) Jual
beli air mani hewan ternak, seperti kambing. Kalau menjual air mani hewan
jantan milik penjual kepada pemilik hewan betina dilarang, tetapi meminjamkan
hewan jantannya untuk dikawinkan dengan hewan betina milik orang lain
dibolehkan bahkan dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya,
“Barangsiapa mengawinkan hewan jantan dengan betina, lalu mendapatkan anak,
baginya ganjaran sebanyak tujuh puluh hewan.” (H.R Ibnu Hibban)
c) Jual
beli anak hewan yang masih berada dalam perut induknya (belum lahir). Hadist
dari Ibnu Umar menyebutkan: “Bahwa Rasulullah SAW telah melarang menjual anak
(hewan) yang masih berada dalam perut induknya.” (H.R Bukhari dan Muslim)
d) Jual
beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan, misalnya mengurangi
timbangan dan memalsukan kualitas barang yang dijual.
3) Jual
beli yang sah tetapi terlarang (fasid). Ada beberapa contoh jual beli yang
hukumnya sah, tidak membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam
karena sebab-sebab lain misalnya:
a) Merugikan si penjual, si pembeli, dan
orang lain.
b) Mempersulit peredaran barang.
c) Merugikan kepentingan umum.
4) Najsyi yaitu menawar sesuatu barang dengan
maksud hanya untuk mempengaruhi orang lain agar mau membeli barang yang
ditawarnya, sedangkan orang yang menawar barang tersebut adalah teman si
penjual.
4) Monopoli,
yaitu menimbun barang agar orang lain tidak membeli, walaupun dengan melampaui
harga pasaran. Rasulullah SAW melarang jual beli seperti ini,karena akan
merugikan kepentingan umum.[6]
b.
Utang
Piutang
Dalam Islam urusan
utang piutang atau pinjam meminjam juga diatur, dan urusan ini memiliki
ketentuan-ketentuan (rukun) supaya menjadi transaksi yang sah. Adapun Rukun
dalam simpan pinjam yaitu:
a. Yang
berpiutang dan yang berutang, adapun syaratnya adalah:
1) Balig
dan berakal sehat
2) Yang
meminjami tidak boleh meminta pembayaran melebihi pokok piutang.
3) Peminjam
tidak boleh melebihi atau menunda-nunda pembayaran utangnya.
4) Barang atau uang yang diutangkan.
Uang
yang diutang atau dipinjam adalah milik sah dari yang meminjamkan. Pengembalian
utang atau pinjaman tidak boleh kurang nilainya, bahkan sunah bagi yang
berutang (peminjam) mengembalikan lebih dari pokok utangnya. Rasulullah SAW
bersabda: “orang yang paling baik diantara kamu ialah orang yang membayar
utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi) .[7]
c.
Ijarah
Menurut
pengertian kebahasaan kata ijarah berasal dari bahasa Arab yang artinya upah,
sewa, jasa, atau imbalan. Jumhur ulama berpendapat bahwa akad/transaksi ijarah
bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang tersebut tidak bisa
dimanfaatkan. Karena bersifat mengikat, kematian salah satu pihak yang
menyewakan atau penyewa, tidak membatalkan ijarah.
1. Macam-macam
ijarah
Dilihat dari segi
subyeknya, ulama fikih membagi akad transaksi ijarah menjadi dua macam, yaitu:
1) Ijarah
yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, dan aneka
busana. Apabila manfaat itu termasuk manfaat yang dibolehkan syarat untuk
dipergunakan maka ulama fikih sepakat menyatakan boleh dijadikan obyek
sewa-menyewa.
2) Ijarah
yang bersifat pekerjaan, ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan. Ulama fikih membolehkan ijarah yang berupa pekerjaan
apabila jenis pekerjaannya jelas. Misalnya, pembantu rumah tangga, buruh
bangunan, tukang jahit, dan tukang sepatu.[8]
2. Rukun
ijarah
Sebagai
suatu transaksi ijarah dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan
syarat-syarat dalam melakukan ijarah. Menurut jumhur ulama rukun ijarah itu ada
empat, yaitu:
Æ Orang
yang berakad
Æ Sewa/imbalan
Æ Manfaat
Æ Sigat
atau ijab kabul.
Æ Syarat-Syarat
Ijarah
3. Syarat-syarat
akad (transaksi) ijarah adalah sebagai berikut:
1) Kedua
orang yang bertransaksi (akad) sudah balig dan berakal sehat. Transaksi anak
kecil dan orang gila tidak sah.
2) Kedua
belah pihak tersebut bertransaksi dengan kerelaan, artinya tidak dipaksa atau
terpaksa,
3) Barang
yang disewakan (objek ijarah) diketahui kondisi dan manfaatnya oleh penyewa. Demikian
juga jika objek ijarah itu pekerjaan. Pekerjaan itu harus jelas ketentuannya.
4) Objek
ijarah itu bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak tercacat.
5) Objek
ijarah itu merupakan sesuatu yang dihalalkan. Sewa menyewa dalam masalah maksiat
hukumnya haram.
6) Hal
yang disewakan bukan merupakan suatu kewajiban bagi penyewa. Misalnya
menggantikan mengerjakan soal ujian.
7) Objek
ijarah adalah sesuatu yang biasa disewakan.
8) Upah
atau sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang
bernilai harta.
4. Tanggung
jawab orang yang diupah/digaji
Ijarah
yang berupa pekerjaan, apabila orang yang dipekerjakan itu bersifat pribadi,
maka seluruh pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi tanggung
jawabnya. Hal ini sesuai dengan akad/transaksi antara yang mempekerjakan dengan
yang dipekerjakan. Orang yang dipekerjakan mengerjakan suatu pekerjaan sesuai
dengan ketentuan dari yang mempekerjakan, sedangkan yang mempekerjakan
memberikan upah kerja kepada yang dipekerjakan sesuai dengan perjanjian.
Ulama
fikih sepakat, apabila objek yang dikerjakan rusak di tangan pekerja bukan
karena kelalaiannya dan tidak ada unsur kesengajaan, maka pekerja tidak dapat
dituntut ganti rugi. Misalnya piring yang sedang dicuci pembantu rumah tangga
pecah bukan karena disengaja, maka pembantu tidak dapat dituntut ganti rugi.
Penjual
jasa untuk kepentingan orang banyak seperti tukang jahit dan tukang sepatu,
apabila melakukan suatu kesalahan sehingga sepatu orang yang sedang
diperbaikinya atau pakaian yang sedang dijahitnya mengalami kerusakan, maka
menurut Imam Abu Hanifah, Zufar bin Hudail bin Qais al-Kufi, ulama Madzhab
Hambali dan Syafi’i, apabila kerusakan itu bukan karena unsur kesengajaan dan
kelalaian tukang sepatu atau tukang jahit, ia tidak dapat dituntut untuk
membayar ganti rugi.
5. Berakhirnya
Akad Ijarah
Ulama fikih sepakat,
akad ijarah akan berakhir apabila terjadi dua hal berikut:
1) Objek
ijarah hilang atau musnah, seperti rumah terbakar, atau baju yang dijahitkan
hilang
2) Habisnya
tenggang waktu yang disepakati dalam akad/transaksi ijarah. Jika yang disewakan
itu sebuah rumah, maka setelah habis masa sewanya, rumah itu dikembalikan oleh
penyewa kepad pemiliknya, sedangkan apabila yang disewa berupa jasa seseorang,
maka yang berjasa/pekerja berhak menerima upah kerja.[9]
C.
Sejarah
Akuntansi Syariah
a.
Perkembangan
Awal Akuntansi Syariah
Pada
awalnya akuntansi merupakan bagian dari ilmu pasti yaitu bagian dari ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah hukum alam dan perhitungan yang
bersifat memiliki kebenaran absolut.Sebagai ilmu yang bersifat akumulatif,maka
setiap penemuan metode baru dalam akuntansi akan menambah dan memperkaya imu
tersebut.Bahkan pemikir akuntansi pada awal perkembangannya merupakn seorang
ahli matematika seperti Paccioli dan Musa Al – khawarizmy.
Penemuan
metode terbaru dalam akuntansi senantiasa mengalami penyesuian dengan kondisi
setempat,sehingga dalam perkembangan selanjutnya,ilmu akuntansi cenderung
menjadi bagiandari ilmu social (social science),yaitu bagian dari ilmu yang
mempelajari fenomena keadaan masyarakatdengan lingkungan yang bersifat lebih
relative.
Perubahan
ilmu akuntansi dari bagian ilmu pasti menjadi ilmu social yang disebabkan oleh
factor – factor peruahan dalam masyarakat yang semula dianggap sebagai sesuatu
yang konstan,misalnya transaksi usaha yang akan dipengaruhi budaya dan tradisi
serta kebiasaan dalam masyarakat.Oleh sebab itu,akuntansi masih berada ditengah
– tengah bagian dari ilmu pengetahuan tersebut hingga kini.Bahkan mayoritas
para pemikir akuntansi hingga kini masih menitikberatkan pada pemikiran positif
melalui penggunaan data empiris dengan pengolahan yang bersifat matematis.
Akuntansi
dalam islam merupakan alat (tool) untuk melaksanakan perintah ALLAH SWT dalam
(QS 2:282) untuk melaksanakan pencatatan dalam melakukan transaksi
usaha.Implikasi lebih jauh ,adalah keperluan terhadap suatu system pencatatan
tentang suatu hak dan kewajiba
,pelaporan yang terpadu dan komprehensif.
Islam
memandang akuntansi tidak sekedar ilmu yang bebas nilai untuk melakukan pencatatan
dan pelaporan saja,tetapi juga sebagai alat untuk menjalankan nilai – nilai
islam sesuai ketentuan syariah.
Akuntansi yang kita kenal sekarang
diklaim berkembang dari peradaban barat (sejak Paccioli),padahal apabila bila
dilihat secara mendalam dari proses lahir dan perkembangannya ,terlihat jelas
pengaruh keadaan masyarakat atau peradaban sebelumnya baik yunani maupun arab
Islam.
Perkembangan akuntansi ,dengan
domain “arithmetic quality” nya.Sangat ditopang oleh ilmu lain khususnya
arithmetic,algebra,mathematics,alghothm pada abad ke – 9 M.Ilmu ini lebih
dahulu berkembang sebelum perkembangan Bahasa.Ilmu penting ini ternyata
dikembangkan oleh filosof islam yang
terkenal yaitu Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq Al Kindi yang lahir tahun 801 M.Juga
Al – Karki (1020) dan Al – khawarizmy yang merupakan asal kata dari
algorithm,algebra juga berasal dari kata arab yaitu “al jabr”.Demikian juga
system nomor,decimal,dan angka “0” (zero,sifir,kosong,nol) yang kita pakai
sekarang yang disebut sebagai angka arab sudah dikenal sejak 874 M,yang sudah
diakui oleh Hendrikson merupakan sumbangan arab Islam terhadap Akuntansi.Kita
tidak bis membayangkan apabila neraca disajikan dengan angka romawi ,misalnya
angka 1843 akan ditulis MDCCCXLIII.Bagaimana jika kita mensajikan neraca IBM
yang memerlukan angka triliunan?
Ibnu Khaldun (lahir tahun 1332)
adalah seorang filosof islam yang juga telah bicara tentang
politik,sosiologi,ekonomi,bisnis,perdagangan.Bahkan ada dugaan bahwa pemikiran mereka itulah sebenarnya yang
dikemukakan oleh para filoso barat belakangan yang muncul pada abad
18M.Sebenarnya Al – Khawarizmy lah yang memberikan kontribusi besar bagi
perkembangan matematika modern eropa.Akuntansi modern yang dikembangkan dari
persamaan algebra dengan konsep – konsep dasarnya untuk digunakan memecahkan
persoalan pembagian harta warisan secara adil sesuai dengan syariah yang ada
pada Al – Qur’an,perkara hukum (law suit) dan praktik bisnis perdagangan.
Sebenarnya ,sudah banyak pula ahli
akuntan yang mengakui keberadaan akuntansi islam itu, misalnya RE
Gambling,William Roget,Baydoun,Hayashi dari jepang,dan lain – lain.Seperti
Paccioli dalam memperkenalkan system double entry melalui ilmu
matematika.Sistem akuntansi dibangun dari dasar kesamaan akuntansi .Aset =Utang
+Modal (A=U+M).Aljabar pertama – tama ditemukan oleh islam ,maka sangat logis
jika ilmu akuntansi juga terdapat dalam system ekonomi islam,paling tidak
menjadi dasar perkembangannya.
b.
Prosedur
serta Istilah yang digunakan oleh Negara Islam
Dokumentasi mengenai praktik
akuntansi pemerintahan pertama kali dilakukan oleh Al – Mazenderany (1363)
selama dinasti Khan II pada buku Risalah Falakiyah Kitabus Siyakat.Namun
,dokumentasi yang baik pertama kali dilakukan mengenai system akuntansi Negara
islam tersebut pertama kali dilakukan oleh Al- Khawarizmy 976M
Kontribusi besar yang diberkan oleh
Al – Khawarizmy adalah membuat system akuntansi dan pencatatan dalam Negara
islam dan membaginya dalam beberapa jenis daftar.
Pencatatan dalam Negara Islam telah
memiliki prosedur yang wajib untuk diikuti , serta pihak yang wajib bertanggung
jawab untuk melakukan pengawasan atas aktivitas dan menemukan surplus dan
deficit atas pencatatan yang tidak seimbang.Jika menemukan sebuah kesalahan
maka orang yang bertanggung jawab harus menggantinya .Hal ini merupakan salah
satu bentuk pengendalian internal ,penerapan prosedur audit,serta akuntansi
berbasis pertanggung jawaban.Prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Transaksi
harus dicatat setelah terjadi
2. Transaksi
harus dicatat berdasarkan kelompoknya
3. Penerimaan
harus dicatat disisi sebelah kanan dan pengeluaran berada disisi kiri
4. Pembayaran
harus dicatat dan diberikan penjelasan
c.
Sejarah
Akuntansi Syariah
Akuntansi
merupakan salah satu profesi tertua di dunia. Ketika masyarakat sudah mengenal
perdagangan, maka mereka juga mengenal konsep nilai dan system moneter.
Akuntansi sudah dikenal sejak jaman prasejarah, yaitu mulai kerajaan Babilonia
(4500 SM), Firaun Mesir dank ode-kode Hammurabi (2250 SM) dengan ditemukannya
kepingan pencatatan akuntansi di Syria Utara.
Bapak
akuntansi modern adalah Luca Paciolli. Beliau menemukan persamaan akuntansi
pertama kalinya pada tahun 1494 dalam bukunya “Summa de Arithmetica Geometria et Proportionalita (A Review of Arithmetic, Geometry, and Proportions).
Di dalam buku tersebut beliau menjelaskan tentang double entry book keeping sebagai dasar perhitungan akuntasi
modern, termasuk pencatatan, penjurnalan, dan semua kegiatan akuntansi yang
dikenal sekarang ini. Bapak Luca Paciolli mengakui bahwa apa yang ditulisnya
dalam buku tersebut merupakan apa yang sudah terjadi di Venice sejak satu abad sebelumnya. Jadi,
Luca Paciolli bukan sebagai penemu double
entry book keeping karena pertama kali yang melakukan pencatatan double entry book keeping adalah Bendahara
kota Massri pada tahun 1340.
Sistem
double entry book keeping pertama kali ditulis oleh Benedetto Cotrugli
yang pada saat itu berprofesi sebagai seorang pedagang dalam sebuah buku
berjudul “Della Mercatua e del Mercate
Perfetto” pada tahun 1458 namun diterbitkan pada 1573.
Menurut
Hendriksen dalam bukunya “Accounting
Theory”, dia beranggapan bahwa tulisan Arab sangat berperan dalam
perkembangan ilmu akuntansi. Hal itu berarti bahwa di Arab sudah mengenal
metode pencatatan akuntansi.
Seiring
dengan majunya peradaban sosial Arab pada waktu itu, turut mewarnai
perkembanganya ilmu pengetahuan lainnya seperti ilmu matematika, ilmu
kedokteran, ilmu kimia dan sebagainya yang lahir dari ilmuwan-ilmuwan muslim.
Pada masa itu terbentuklah juga sebuah informasi yang baik dengan para pedagang
muslim yang merupakan hasil pemikiran dari imuwan-ilmuwan muslim.
Penyebaran
informasi mengenai IPTEK yang terjadi di Arab menarik perhatian ilmuwan Eropa
untuk melakukan perjalanan ke Timur Tengah untuk belajar disana. Dia yang
mengajarkan angka-angka Arab dan aljabar di Benua Eropa. Para pedagang muslim
juga melakukan hal yang sama, mensyiarkan ilmu-ilmu tersebut.
Pada
abad ke 9 hingga 10 SM, ditemukan bahwa para ilmuwan-ilmuwan muslim telah
menyusun apa yang telah ditulis oleh Luca Paciolli. Kemiripan tersebut antara
lain adalah sebagai berikut :
Tahun
|
Luca
Paciolli
|
Islam
|
|
In the Name of God
|
Bismillah (Dengan Nama Allah)
|
|
Client
|
Mawla
|
|
Cheque
|
Sakk
|
|
Separate Sheet
|
Waraka Khidma
|
|
Closing Book
|
Yutbak
|
622 M
|
Journal
|
Jaridah
|
750 M
|
Receivable-Subsidiary Ledger
|
Al Awraj
|
750 M
|
General Journal
|
Daftar Al Yawmiah
|
750 M
|
Journal Voucher
|
Ash Shahad
|
Abad 8 M
|
Collectible Debt
|
Arra’ej Menal Mal
|
|
Uncollecetible Debt
|
Munkaser Menal Mal
|
|
Doubful, difficult, complicated debt
|
Al Mutaakhher wal Mutahyyer
|
|
Auditing
|
Hisab
|
|
Chart of Account
|
Sabh Al asha
|
(Sumber:
Siswantoro, 2003)
d.
Perkembangan Akuntansi Syariah
1.
Zaman Awal Perkembangan Islam
Pendeklarasian negara islam di
Madinah (tahun 622 M atau bertepatan dengan tahun 1 H) didasari oleh konsep
bahwa seluruh muslim adalah bersaudara tanpa memandang ras, suku, warna kulit
dan golongan, sehingga seluruh kegiatan kenegaraan dilakukan secara bersama dan
gotong-royong di kalangan para muslimin. Hal ini dimungkinkan karena negara
yang baru saja berdiri tersebut hampir tidak memiliki pemasukan ataupun
pengeluaran. Muhammad Rasulullah SAW bertindak sebagai seorang Kepala Negara
yang juga merangkap sebagai Ketua Mahkamah Agung, Mufti Besar, dan Panglima
Perang Tertinggi juga penanggung jawab administrasi negara. Bentuk sekretariat
negara masih sangat sederhana dan baru didirikan pada akhir tahun ke 6
Hijriyah.
Telah menjadi tradisi bahwa bangsa
Arab melakukan dua kali perjalanan kafilah perdagangan, yaitu musim dingin
dengan tujuan perdagangan ke Yaman dan musim panas dengan tujuan ke Asy-Syam
(sekarang Syria, Lebanon, Jordania, Palestina dan Esrael). Perdagangan tersebut
pada akhirnya berkembang hingga ke Eropa terutama setelah penaklukan Mekah.
Dalam perkembangan selanjutnya,
ketika ada kewajiban zakat dan ‘ushr (pajak pertanian dari muslim), dan
perluasan wilayah sehingga dikenal adanya jizyah (pajak perlindungan dari non
muslim) dan kharaj (pajak pertanian dari non muslim), maka Rasul mendirikan
Baitul Maal pada awal abad ke-7. Konsep ini cukup maju pada zaman tersebut
dimana seluruh penerimaan dikumpulkansecara terpisah dengan peminpin negara dan
baru akan dikeluarkan untuk kepentingan negara. Walaupun disebutkan pengelolaan
Baitul Maal masih sederhana, tetapi nabi telah menunjuk petugas qadi, ditambah
para sekretaris dan pencatat administrasi pemerintahan. Mereka ini berjumlah 42
orang dan dibagi dalam empat bagian yaitu: sekretaris pernyataan, sekretaris
hubungan dan pencatatan tanah, sekretaris perjanjian, dan sekretaris
peperangan.
2. Zaman Empat Khalifah
Pada
pemerintahan Abu Bakar, pengelolaan baitul maal masih sangat sederhana dimana
penerimaan dan pengeluaran dilakukan secara seimbang sehingga hampir tidak
pernah ada sisa.
Perubahan
sistem administrasi yang cukup signifikan dilakukan di era kepemimpinan
Khalifah Umar bin Khatthab dengan memperkenalkan istilah Diwan oleh Sa’ad bin
Abi Waqqas (636 M). Asal kata Diwan dari bahasa Arab yang merupakan bentuk kata
benda dari kata Dawwana yang berarti penulisan. Diwan dapat diartikan sebagai
tempat di mana pelaksana duduk, bekerja dan di mana akuntansi dicatat dan
disimpan. Diwan ini berfungsi untuk mengurusi pembayaran gaji.
Khalifah
Umar menunjuk beberapa orang pengelola dan pencatat dari Persia untuk mengawasi
pembukuan baitul maal. Pendirian Diwan ini berasal dari usulan Homozon-seorang
tahanan Persia dan menerima islam- dengan menjelaskan tentang sistem
administrasi yang dilakukan oleh Raja Sanian (Siswanto, 2003). Ini terjadi
setelah peperangan Al-Qadisiyyah-Persia dengan panglima perang Sa’ad bin Abi
Waqqas yang juga sahabat nabi, Al-Walid bin Mughirah yang mengusulkan agar ada
pencatatan untuk pemasukan dan pengeluaran negara.
Hal
ini kembali menunjukkan bahwa akuntansi berkembang dari suatu lokasi ke lokasi
lain sebagai akibat dari hubungan anatar masyarakat. Selain itu, baitul maal
juga sudah tidak terpusat lagi di Madinah tatapi juga di daerah-daerah taklukan
islam. Pada Diwan yang dibentuk oleh Khalifah Umar terdapat 14 departemen dan
17 kelompok, di mana pembagian departemen tersebut menunjukkan adanya pembagian
tugas dalam sistem keuangan dan pelapora keuangan yang baik. Pada masa itu
istilah awal pembukuan dikenal dengan jarridah atau menjadi istilah journal
dalam bahasa inggris yang berarti berita. Di Venice istilah ini dikeal dengan
sebutan zournal.
Fungsi
akuntansi telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam islam seperti: Al-Amel,
Mubashor, Al-Kateb, namun yang paling terkenal adalah Al-Kateb yang menunjukkan
orang yang bertanggung jawab untuk menuliskan dan mencatat informasi baik keuangan
maupun non keuangan. Sedangkan untuk khusus akuntan dikenal juga dengan nama
Muhasabah/Muhtasib yang menunjukkan orang yang bertanggung jawab melakukan
perhitungan.
Muhtasib
adalah orang yang bertaggung jawab atas lembaga Al-Hisba. Muhtasib bisa juga menyangkut
pengawasan pasar yang bertanggung jawab tidak hanya masalah ibadah. Ibnu
Taimiyah menyatakan bahwa Muhtasib adalah kewajiban publik. Muhtasib bertugas
menjelaskan berbagai tindakan yang tidak pantas dalam berbagai kehidupan.
Muhtasib
memiliki kekuasaan yang luas, termasuk pengawasan harta, kepentingan sosial,
pelaksanaan ibadah pribadi, pemeriksaan transaksi bisnis. Akram Khan memberikan
3 kewajiban Muhtasib, yaitu:
1. Pelaksanaan
hak Allahtermsuk kegiatan ibadah: shalat, pemeliharaan masjid
2. Pelaksanaan
hak-hak Masyarakat: perilaku di pasar, kejujuran bisis
3. Pelaksanaan
yang berkaitan dengan keduanya: menjaga kebersihan jalan dll.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa akuntansi islam adalah menyangkut semua aspek kehidupan
yang lebih luas tidak hanya menyangkut praktek ekonomi dan bisnis sebagaimana
dalam sistem kapitalis. Akuntansi islam sebenarnya lebih luas dari hanya
perhitungan angka, informasi keuangan atau pertanggungjawaban. Dia menyangkut
semua penegakan hukum sehingga tidak ada pelanggaran hukum baik hukum sipil
maupun hukum yang berkaitan dengan ibadah.
Pengembangan
lebih konprehensif mengenai baitul maal dilanjutkan pada masa Khalifah Ali bin
Abi Thalib. Pada masa pemerintahan beliau, sistem administrasi baitul maal baik
ditingkat pusat dan lokaltelah berjalan baik serta terjadi surplus pada pada
baitul maal dan dibagikan secara proporsionalsesuai tuntutan Rasulullah. Adanya
surplus ini menunjukkan bahwa proses pencatatan dan pelaporan telah berlangsung
dengan baik.
Istilah-istilah
dalam sistem pembukuan pada laporan keuangan syariah pada saat itu :
1.
Al-jaridah,
merupakan buku untuk mencatat transaksi yang dalam bahasa Arab berarti Koran
atau jurnal. Al-jaridah dibagi
menjadi 4, yaitu :
a. Jaridah Al-kharj,
digunakan untuk berbagai jenis zakat.
b. Jaridah Annafakat,
digunakan untuk mencatat jurnal pengeluaran.
c. Jaridah Al-maal,
digunakan untuk mencatat jurnal pendanaan yang berasal dari penerimaan dan
pengeluaran zakat.
d. Jaridah Al-musadereen,
digunakan untuk mencatat jurnal pendanaan khusus berupa perolehan dana dari
individu yang tidak harus taat dengan hukum Islam seperti orang nonmuslim.
2.
Daftar
Al Yaumiah, digunakan sebagai dasar untuk pembuatan Ash-Shahed (voucher jurnal). Al Yaumiah dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Daftar Attawjihat,
buku untuk mencatat anggaran pembelanjaan.
b. Daftar attahwilat,
buku untuk mencatat keluar masuknya dana antara wilayah dan pusat pemerintahan.
Beberapa
jenis laporan keuangan di antaranya adalah :
1.
Al
Khitmah, merupakan laporan yang dibuat setiap akhir bulan
yang menunjukkan total penerimmaan dan pengeluaran. Selain digunakan untuk
laporan bulanan pemerintahan, juga bisa digunakan untuk pedagang muslim guna
mengetahui keuntungan sebagai dasar perhitungan zakat.
2.
Al
Khitmah Al Jameeah, merupakan laporan yang disiapkan oleh Al Khateb (orang yang bertanggung jawab
untuk mencatat informasi baik keuangan maupun nonkeuangan) tahunan dan
diberikan kepada atasannya.
3.
Bentuk perhitungan dan laporan zakat
akan dikelompokkan pada lapoaran keuangan terbagi dalam 3 kelompok, yaitu :
a. Ar-Raj Minal Mal
(yang dapat tertagih)
b. Ar-Munkasir Minal Mal
(piutang tidak dapat tertagih)
c. Al Muta’adhir Wal Mutahayyer wal
Muta’akkid (piutang yang sulit dan piutang bermasalah sehingga
tidak tertagih)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Æ Muhammad
Abdul Manan mendefinisikan bahwa: “Islamic economic is a social science which
studies the economics problems of a people imbued with the value of Islam”. Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai
Islam.
Æ Transaksi
Ekonomi Dalam Islam
Ø Jual
Beli
Ø Utang
Piutang
Ø Ijarah
Æ Pada
awalnya akuntansi merupakan bagian dari ilmu pasti yaitu bagian dari ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah hukum alam dan perhitungan yang
bersifat memiliki kebenaran absolut.Sebagai ilmu yang bersifat akumulatif,maka
setiap penemuan metode baru dalam akuntansi akan menambah dan memperkaya imu
tersebut.Bahkan pemikir akuntansi pada awal perkembangannya merupakn seorang
ahli matematika seperti Paccioli dan Musa Al – khawarizmy.
Æ Akuntansi
merupakan salah satu profesi tertua di dunia. Ketika masyarakat sudah mengenal
perdagangan, maka mereka juga mengenal konsep nilai dan system moneter.
Akuntansi sudah dikenal sejak jaman prasejarah, yaitu mulai kerajaan Babilonia
(4500 SM), Firaun Mesir dank ode-kode Hammurabi (2250 SM) dengan ditemukannya
kepingan pencatatan akuntansi di Syria Utara.
Æ Perkembangan
Akuntansi Syariah
Ø Zaman
Awal Perkembangan Islam
Ø Zaman
Empat Khalifah
DAFTAR PUSTAKA
Chapra, Umar. (1995). Islam dan
Pembangunan Ekonomi. Terjemahan Abidin Basri. Jakarta: Gema Insani Press.
Djaelan
Husnan et al. (2012). Islam Universal. Jakarta: Hartomo Media Pustaka.
Muhammad Abdul Manan. (1995). Teori dan
Praktek Ekonomi Islam. Terjemahan M. Nastangin. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Muslich. (2007). Bisnis Syariah
Perspektif Mu'amalah dan Manajemen. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Syamsuri.
(2007). Pendidikan Tentang Islam. Jakarta: Erlangga.
[1]
Muslich, Bisnis Syariah Perspektif Mu’amalah dan Manajemen (Yogyakarta: UPP
STIM YKPN, 2007), h.38.
[2]
Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam terjemahan M. Nastangin
(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995),
h. 39.
[3]
Umar Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi terjemahan Ikhwan Abiding Basri
(Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 237.
[4]
Syamsuri, Pendidikan Tentang Islam (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 51.
[5]
Ibid, hh. 52-53.
[6]
Ibid., hh.55-56.
Posting Komentar