BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dewasa ini banyak dari kalangan
masyarakat yang menjalankan kegiatan inventasi. Dalam kegiatan investasi
tersebut pada umumnya dikoordinasikan oleh suatu lembaga, yaitu bursa efek,
yang mana dalam kegiatannya selalu diawasi oleh BAPEPAM. Dalam kegiatan
investasi tersebut, sebagaimana yang kita ketahui bersama pada pasar modal
terdapat beberapa instrument investasi yang sering digunakan sebagai
alternatifi kegiatan investasi ini, yaitu Saham dan Obligasi.
Secara global, bagi orang-orang
yang tak mementingkan unsur halal dan haram (Konvensional) tidaklah ada masalah
dalam menjalankan kegiatan investasi ini. Namun, bagi kita kaum muslim tentu
menjalankan suatu usaha ataupun kegiatan bisnis harus mempertimbangkan halal
dan haramnya, sesuai dengan yang telah diatur dalam hukum Syara’ diantaranya
dalam kegiatan tersebut harus terhindar dari unsur Riba, Judi, Gharar, dan
Haram.
Oleh
karena itu dalam terdapat beberapa produk Syariah dalam kegiatan investasi ini,
seperti Saham Syariah dan Obligasi Syariah atau sering disebut dengan Sukuk.
Adanya produk tersebut pada dasarnya untuk membantu para kaum muslim yang ingin
ikut serta dalam kegiatan investasi agar
tidak terjerumus kedalam praktik-praktik yang diharamkan oleh hukum Syara’.
B. Rumusan
Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa Yang Dimaksud
Sukuk?
2.
Apa Saja Dasar Hukum
Sukuk?
3.
Apa Saja Karakteristik
Sukuk Dan Macam-Macam Sukuk?
4.
Bagaimana Proses
Penerbitan Sukuk Dan Siapa Saja Pihak-Pihak Dalam Penerbitan Sukuk?
5.
Apa Saja Risiko-Risiko
Yang Ada Pada Sukuk?
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
Rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penulisannya adalah sebagai
berikut :
1.
Mengetahi Pengertian
Sukuk.
2.
Memahami Dasar Hukum
Sukuk.
3.
Mengetahui
Karakteristik Dan Macam-Macam Sukuk.
4.
Memahami Proses
Penerbitan Sukuk Dan Pihak- Pihak Yang Terlibat.
5.
Mengetahui Risiko Yang
Terdapat Pada Sukuk.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sukuk
Sukuk[1]
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarka prinsip syariah yang di
keluarkan oleh emiten (perusahaan penerbit obligasi) kepada pemegang sukuk yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi hasil /
margin / fee serta membayar kembali dana investasi pada saat jatuh tempo.
(Ketentuan umum fatwa dewan syariah nasional nomor 59/dsr-mui/v/2007 tentang
obligasi syariah mudharobah konversi).
Melalui fatwanya tersebut, DSN mengkategorikan
tiga jenis pemberian keuntungan kepada investor pemegang Obligasi Syariah.
Yaitu,[2]
pertama adalah berupa bagi hasil kepada pemegang Obligasi Mudharabah atau
Musyarakah. Kedua, keuntungan berupa margin bagi pemegang Obligasi Murabahah,
Salam atau Istishna. Dan ketiga, berupa fee (sewa) dari aset yang disewakan
untuk pemegang Obligasi dengan akad Ijarah. Pada prinsipnya, semua Obligasi
Syariah adalah surat berharga bukti investasi jangka panjang yang berdasarakan
prinsip syariah Islam. Namun yang membedakan adalah akad dan transaksinya.
Sukuk berasal
dari kata “صكوك”
bentuk jamak dari kata “صك”dalam
bahasa Arab yang berarti cek atau sertifikat, atau alat tukar yang sah selain
uang. Kata “sukuk” pertama kali diperkenalkan kembali dan diajukan sebagai
salah satu alat keuangan Islam pada rapat ulama fikih sedunia yang
diselenggarakan oleh Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 2002. Secara
singkat AAOIFI mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat berniliai sama yang
merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat
dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Pada
prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok
antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti
bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa
sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad
atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agara instrument
keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Sukuk
bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan penertaan dana
(investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil jika menggunakan akad
mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad hutang piutang melainkan
penyertaan.
B. Dasar
Hukum Sukuk
a. Al-Qur’an
Adapun
dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (obligasi syariah) penyusun sarikan
dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Berikut dalil-dalilnya:
[3]Firman
Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1:
يَاْاَيُّهَااَّلَّذِيْنَ
ءَامَنُوْا اَوْفُوْا بِاْلعُقُوْدِ
“Hai
orang - orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”
[4]Firman
Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:
وَاَوْفُوْا
بِاْلعَهْدِ اِنَّ اْلعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
“......dan
penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”
b. Hadist
عن
عمرو بن عوف المزاني قال رسول الله ص م : الصّلْح جائز بين الْمسلمين الا صلْحا حرّم
حلالا أَو أَحلّ حراما والْمسلمون علَى شروطهِم إلا شرطا حرّم حلالا أو أحلّ حراما
رواه امام الترمذى
“Perjanjian
boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
c. Kaidah
Fiqh
Terdapat
tiga kaidah yang digunakan, yaitu:
1. Pada
dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.
2. Kesulitan
dapat menarik kemudahan
3. Sesuatu
yang berlaku berdasarkan adat/ kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan
syara (selama tidak bertentangan dengan syariah).
d. Ulama
Dengan
mempertimbangkan beberapa dalil diatas, akhirnya dikeluarkanlah Fatwa dewan
syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Sukuk (Obligasi syari`ah)
adalah surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi syariah, tersebut berupa bagi
hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.”
Abu
Hanifa dan muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa penjualan
sesuatu/properti yang belum diterima oleh si penjual namun sudah jelas
keberadaan fisiknya (dapat dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan. Maka dari
sinilah pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini bermula.
C. Karakteristik
dan Macam-Macam Sukuk
a. Karakteristik
Sukuk
Terdapat
beberapa karakteristik mengenai sukuk, karakteristik tersebut adalah
(Depkeu:2010):[5]
1. Merupakan
bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat,
2. Pendapatan
berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad yang
digunakan,
3. Terbebas
dari unsur riba, gharar, dan maysir;
4. Penerbitannya
melalui Special Purpose Vehicle (SPV),
5. Memerlukan
underlying asset; dan,
6. Penggunaan
proceds (hasil jual) harus sesuai prinsip syariah.
b. Macam-macam
Sukuk
Terdapat
beberapa macam-macam sukuk, antara lain:[6]
1.
Sukuk Ijarah
Adalah
suatu sertifikat yang memuat nama pemiliknya (investor) dan melambangkan
kepemilikan terhadap aset yang bertujuan untuk disewakan, atau kepemilikikan
manfaat dan kepemilikan jasa sesuai jumlah efek yang dibeli denagn harapan
mendapatkan keuntungan dari hasil sewa
yang berhasil direalisasikan berdasar transaksi ijarah.[7]
Ketentuan akad
ijarah sebagai berikut:
a) Objeknya
dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerah, harta
perdagangan) maupun berupa jasa
b) Manfaat
dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah
piahak.
c) Ruang
lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
d) Penyewa
harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau
sewa/upah
e) Pemakaian
manfaat harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap
terjaga
f) Pembeli
sewa haruslah pemilik mutlak.
Secara teknis,
obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Ø Investor
dapat bertindak sebagai penyewa , sedangkan emiten dapat bertindak sebagai
wakil investor.
Ø Setelah
investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa
tersebut kepada emiten
2.
Sukuk musyarakah
Adalah
obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah
di mana dua pihak atau lebih bekerja sama menggabungkan modal untuk pembangunan
proyek baru, mengembangkan proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada
atau membiayai kgiatan usaha.
3.
Sukuk istishna
Adalah
obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna’ di
mana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu
proyek/barang.
4.
Sukuk mudharabah
Yaitu
sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudarabah yang
merupakan satu bentuk kerjasama, yang satu pihak menyediakan modal (rabb
al-mal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudarib), keuntungan
dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah
disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh
pihak penyedia modal.
Dalam Fatwa No.
33 / DSN-MUI / X / 2002 tentang obligasi syariah mudharabah, dinyatakan antara
lain bahwa:
1. Obligasi
syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah
yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah merupakan bagi
ahsil, margin atau fee serta membayar dana obligasi pada saat obligasi jatuh
tempo.
2. Obligasi
syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudarabah
dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No. 7 / DSN-MUI / IV / 2000
tentang Pembiayaan Mudharabah.
3. Obligasi
mudharabah emiten bertindak sebagai mudharib (pengelola modal), sedangkan
pemegang obligasi mudharabah bertindak sebagai shahibul maal (pemodal).
4. Jenis
usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
5. Nisbah
keuntungan dinyatakan dalam akad.
6. Apabila
emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan dana
dan pemodal dapat meminta emiten membuat surat pengakuan utang.
7. Kepemilikan
obligasi syariah dapat dipindahtangankan selama disepakati dalam akad.
D. Proses
Penerbitan Sukuk Dan Pihak-Pihak Dalam Penerbitan Sukuk
Dalam
melakukan penerbitan sukuk ada beberapa tahap-tahap dalam proses penerbitannya,
antara lain:[8]
Untuk
menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Jenis
usaha yang dilakukan oleh emiten tidak bertentangan dengan syariah, sesuai
dengan fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001, tentang jenis usaha sesuai syariah.
2. Memiliki
fundamental dan citra yang baik.
Dalam penerbitan
obligasi syariah, sebelum ditawarkan kepada investor harus melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Emiten
melalui Underwriter menyerahkan proposal penerbitan obligasi syariah kepada
DSN/MUI.
2. Pihak
penerbit melakukan presentasi proposal di Badan pelaksana Harian DSN.
3. DSN
mengadakan rapat dengan tim ahli DPS, dan hasil rapat menyatakan opini syarian
terkait proposal yang diajukan.
Setelah
disetujui oleh DSN, maka proses penawarannya sebagai berikut :
1. Emiten
menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk penerbitan obligasi syariah kepada
underwriter (wakil dari emiten).
2. Underwriter
melakukan penawaran kepada investor.
3. Bila
investor tertarik, maka akan menyerahkan dananya kepada emiten melalui
Underwriter.
4. Emiten
akan membayarkan bagi hasil dan pembayaran pokok kepada investor.
a. Dokumen
Penawaran
Dalam
hal pengawasan penerbitan obligasi syariah. Pengawasannya dilakukan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam), untuk produk pasar modal syariah, terdapat satu
pengawas lain yang mengawasi aspek syariahnya, yaitu DPS (DSN).
Pengawasan
aspek syariah berfokus pada penggunaan dana yang didapat dari penerbitan
obligasi syariah. Apakah dana tersebut benar-benar digunakan untuk usaha-usaha
yang telah dijanjikan dalam perjanjian antara emiten dengan pemegang obligasi
atau tidak, serta halal atau tidaknya. Jika ternyata dana hasil penerbitan
obligasi tersebut digunakan untuk hal-hal di luar usaha yang telah
diperjanjiakan, maka itu termasuk pengingkaran perjanjian dan menyalahi tujuan.
Adapun
pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk adalah (Depkeu:2010), yaitu:[9]
1. Obligor,
adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal
sukuk sampai dengan sukuk jatuh tempo.
2. Special
Purpose Vehicle (SPV), adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk
penerbitan sukuk dengan fungsi: a. sebagai penerbit sukuk; b. menjadi
counterpart (rekan/teman imbangan) dalam transaksi pengalihan aset. bertindak
sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.
3. Investor,
adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal
sukuk sesuai partisipasi masing-masing.
Didalam obligasi
syariah terdapat juga beberapa pokok ketentuan sukuk, yakni: ketentuan umum dan
ketentuan khusus:
a) Ketentuan
umum
Ø Obligasi
yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat utang dengan
kjewajiban membayar berdasarkan bunga .
Ø Obligasi
yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsi-prinsip
syariah.
b) Ketentuan
khusus
Ø Akad
yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah anatara lain:
i.
Mudharobah
(muqaradhoh)/qiradh
ii.
Musyarokah
iii.
Murabahah
iv.
Salam
v.
Istishna
vi.
Ijarah
Ø jenis
usaha yang dilakukan emiten (mudharib) tidak boleh bertentangan denga syariah.
Ø Pendapatan
(hasil) investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obigasi syariah
mudharabah (shahibul mal) harus bersih dari unsur non halal.
Ø Pendapatan
(hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad yang digunakan.
Ø Pemindahan
kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.
E. Bentuk-Bentuk
Resiko pada Sukuk
Risiko
sukuk terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya :[10]
1. Risiko
Kontrak Sukuk
Kontrak sukuk
biasanya melibatkan pihak-pihak dan melalui tahapan-tahapan tertentu, yang
menimbulkan risiko yang akan dialami oleh masing-masing pihak yang berkontrak.
Tahapan-tahapan yang dimaksud adalah:
a) Kontrak
sukuk melibatkan partnership (originator, SPV, dan investor), keadaan risiko
semacam ini disebut counterparty risks. Risiko lainnya adalah moral hazard, hal
itu disebabkan oleh kelalaian kemitraan dalam melaksanakan kewajiban.
b) Kontrak
sukuk melibatkan tiga tahapan, yaitu:
Ø antara
originator dengan SPV pada saat pembentukan underlying assets,
Ø kontrak
antara sejumlah SPV dengan sejumlah investor saat pengeluaran dan penjualan
sertifikat sukuk,
Ø kontrak
saat penebusan setelah jatuh tempo.
c) Kontrak
sukuk yang melibatkan aset riil sebagai objek akad, ketika objek jual atau aset
hilang dan musnah karena bencana alam, perpindahan hak milik (warisan),
kematian, pengurangan nilai aset akibat perubahan harga (inflasi), maka akan
memberikan pengaruh pada underlying assets dalam bentuk risiko aset dan risiko
pasar.
d) Pengeluaran
sukuk oleh SPV menggunakan kontrak baik ijarah, musyarakah, mudharabah, salam
maupun istishna masih menjadi perdebatan yang beragam hukumnya.
e) Sukuk
yang dijual antar negara berarti menggunakan mata uang US dollar. Risiko yang
ditimbulkan oleh penjualan sukuk antarnegara tersebut adalah kesesuaian
undang-undang antarnegara, hubungan politik dari satu bangsa ke lain bangsa,
dan risiko kadar tukar mata uang asing.
f) Jika
investor ingin mencairkan dananya sebelum jatuh tempo, maka investor akan
mengalami risiko likuiditas atau investor tidak dapat menukar bentuk investasi
baru yang lebih unggul. Contohnya, investor memiliki sukuk mudharabah, namun
karena sukuk ijarah lebih menguntungkan, maka investor ingin mencairkan dananya
sebelum jatuh tempo dan ingin menukarkan pada sukuk ijarah, dan hal itu sulit
dilakukan.
g) Risiko
terakhir adalah penebusan oleh SPV kepada investor ketika jatuh tempo, risiko
yang mungkin timbul adalah jika SPV gagal membayar modal dan keuntungan kepada
investor. Hal ini disebut risiko kredit dan risiko operasional.
Oleh karena itu,
berdasarkan bentuk kontrak dan hubungan para pihak, maka risiko sukuk secara
keseluruhan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa risiko, diantaranya:[11]
1) Risiko
pasar
2) Risiko
Operasional
3) Risiko
kredit
4) Risiko
aset
5) Risiko
negara
6) Risiko
counterparty
7) Risiko
kesesuaian Syariah
2. Risiko
Khusus SPV pada Sukuk
Risiko
yang mungkin dihadapi oleh SPV adalah bentuk kegagalan pihak-pihak lain seperti
originator dan investor dalam melaksanakan tanggungjawabnya masing-masing.
Kegagalan investor mentrasfer aset, kelalaian membayar keuntungan, sewa,
mark-up, ataupun diskon yang mengakibatkan SPV menghadapi kerugian.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Æ Sukuk
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarka prinsip syariah yang di
keluarkan oleh emiten (perusahaan penerbit obligasi) kepada pemegang sukuk yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi hasil /
margin / fee serta membayar kembali dana investasi pada saat jatuh tempo.
Æ Terdapat
beberapa karakteristik mengenai sukuk, karakteristik tersebut adalah
(Depkeu:2010): merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak
manfaat, Pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai
jenis akad yang digunakan, Terbebas dari unsur riba, gharar, dan maysir;
Penerbitannya melalui Special Purpose Vehicle (SPV), Memerlukan underlying
asset; dan Penggunaan proceds (hasil jual) harus sesuai prinsip syariah.
Æ Macam-macam
sukuk, yaitu Mudharobah (muqaradhoh)/qiradh, Musyarokah, Murabahah, salam,
istishn, ijarah
Æ Untuk
menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut: Jenis usaha
yang dilakukan oleh emiten tidak bertentangan dengan syariah, sesuai dengan
fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001, tentang jenis usaha sesuai syariah. , Memiliki
fundamental dan citra yang baik.
Æ Risiko
sukuk terbagi dua bagian, yaitu Risiko Kontrak Sukuk dan Risiko Khusus SPV pada
Sukuk
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an
Al-Karim.
Asmuni
M. Thaher. Obligasi Syariah di Indonesia. Artikel di MSI-UII.Net
Eugene F. Brigham & Joel F.
Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan, Buku 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Mamduh M. Hanafi. 2004, Manajemen
Keuangan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE UGM.
Rivai, Veitzhal, Sarwono sudarto,
dkk, Islamic Banking and Finance: Dari Teori ke Praktik Bank dan Keuangan
Syari'ah Sebagai Solusi dan Bukan Alternatif; Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
2012.
Sapto
Rahardjo. 2003. Panduan Investasi Obligasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
www.google.com
[1] Veitzhal Rivai, Sarwono sudarto
dkk, Islamic Banking & Finance dari teori ke praktik bank dan keuangan
syariah sebagai solusi dan bukan alternatif (Yogyakarta: BPFE, 2012), h. 394.
[2] “Obligasi Syariah,
”WordPress.com. https://3kh4.wordpress.com/2008/05/06/obligasi-syariah/. (2
April 2016).
[3] QS Al-Maidah Ayat 1
[4] QS Al-Maidah Ayat 34
[5] Veitzhal Rivai, Sarwono sudarto dkk, Islamic Banking & Finance
dari teori ke praktik bank dan keuangan syariah sebagai solusi dan bukan
alternatif (Yogyakarta: BPFE, 2012), h. 394.
[6] Veitzhal Rivai, Sarwono sudarto dkk, Islamic Banking & Finance
dari teori ke praktik bank dan keuangan syariah sebagai solusi dan bukan
alternatif (Yogyakarta: BPFE, 2012), h. 397.
[7] “obligasi syariah dan konvensional,”
http://desbayy.blogspot.com/favicon.ico. ((2 April 2016)
[8] “obligasi syariah dan konvensional,” http://desbayy.blogspot.com/favicon.ico.
((2 April 2016)
[9] “sukuk,” blogger https://www.blogger.com/profile/02398950786301210564.
(2 April 2016).
[10] “perbandingan risiko sukuk dan obligasi,”academi.
https://www.academia.edu/12090759/PERBANDINGAN_RESIKO_SUKUK_DAN_OBLIGASI_KONVENSIONAL.
(2 Aril 2016).
[11] perbandingan risiko sukuk dan obligasi,”academia.
https://www.academia.edu/12090759/PERBANDINGAN_RESIKO_SUKUK_DAN_OBLIGASI_KONVENSIONAL.
(10 April 2016).
Sukuk itu kata orang2 paling aman ya?
BalasHapustapi bagi hasilnya rendah juga yak
kalo investasi macem ini di rekomendasikan ga ?
(sorry link aktif bukan endorsan ato gimana, cuma nanya pendapat ajah)
peer to peer lending yang aman
Saya suka Artikelnya https://www.cekaja.com/info/jurus-menabung-sehabis-resign-dari-kantor
BalasHapus